Mei 2017

Kamis, 18 Mei 2017

Berdoa Saat Tahajjud


Malam Jumat yang lalu, bab ke 26, Kitab Tentang Mushafir
Bab Shalat Lail dan Berdoa Di Saat Lailteriidiri darin4 hadits, berasal dari Abdullah bin Abbas.
Hadits 439
Shalat Nabi adalah 13 rakaat
Hadits 440
Adalah Nabi, ketika bertahajjud, beliau berdoa, Allahumma lakal hamdu anta nurus samawati wal Arsy, walakal hamdu, anta maimus samawati wal arda, walakal hamdu, anta samawati wal arda, wamafinhimna, antal haqu, warabbulhaq, wahunnka haq, waraiuka haqqun, waljannatun haqqun, wannarun haqqun, wanabbiyuna haqqun, wasaatun haqqun, allahumma, lakamanasantu, mabika amantu, ya alamantu, wabika amantu, waalaika tawaqaltu, wailaiku anahlu, wabika asamntu, waalaika ahantu, rabiqfili, wamaka amantu, wamaarasduwamanaanastu, anta ilaki, lailaha ilaha anta.

Jumlah yangdisebutkan aleh aisyah radihiyallahu anha, tidak menambah rakaat dan tidak mengurangi jumlah rakaat.
Dibolehkannya dalam keadaan tertentu.
Perkataan Abdullah bin Abbas, bisa dikompromikan, adalah jumlah rakaat... kemungkinan shalat pembuka.boleh juga shakat sunnah ba'da isya. 

Doa pembuka, ketika tahajjud dimalam hari. Dia juga qiyamullail, dia juga shalat tarawih, sehingga tidak ada perbedaan dengan shalat tahajud lainnya, tapi ada juga ulama yang mengatakan dilaksanakan setelah tidur. 

Doa pembuka setelah takbiratul ihram.
Doiftitah yang sampai ke kita. Sunnah mencoba menghafal doa, 1,2,3...agar lebih afdhol mengikuti sunnah.
Apakah bisa digabung?
Sunnahnya, satu saja. Satu shalat, cukup satu saja.
Maknanya:
1. Doa dimulai Allahumma...kebanyakan dalam al Qur'an robbana, alumma robbi...
Dalam hadits kebanyakan Allahummah...
Puji-pujian bagimu karena engkaulah maha sempurna, pantas dipuji karena kesempurnaannya. Dalam doa dikatakan juga "aku tak mampu menghitung puji-pujian untukmu ya Allah".
Pantaskah kita memuji orang? Maka Allahlah yang lebih dari itu...
Allahumma lakal hamdu.
Ketika ditanya, apakah kqmu oernah melihat Allah saat kamu dimi'raj... Bagaiamana aku bisa melihatnya, ada cahanya yang membatasiku. 
Rasulullah belum melihat Allah secara langsung, namun dalam mimpi pernah.
Tidak ada nama Allah, nur. Tapi disandarkan pada ciptaannya. Abdu Nurisamati wal arsy. 

Sumbernya dari cahaya yang hakiki, jika diartikan dalam maknawi maka untuk mengetahui mana yang hak dan mana yang bathil.
Rabb artinya pemilik, pengatur yang dilangit dan di bumi. Makhluk-makhluk yang diatas langit, dan yang ada di bumi.
Al-Haq nama Allah, maka betul jika dinamakan abdul haq.
Janji Allah pasti benar.
Barangsiapa yang rindu berjumpa dengan Allah, maka Allah juga akan rindu bertemu dengan mereka.
Jannna dan nar adalah kebenaran, keduanya makhluk yang nyata, yang dapat dirasakan nanti dan telah ada.
Masing-masing menunggu calon penghuninya.
Pada nabi-nabi benar adanya, wajib kita yakini bahwa hari kiamat pasti terjadi.
Dimulai dengan pujian kepada Allah.
Siap membela Allah, dan mempertahankan hak Allah sesuai dengan kebutuhannya, jika dengan kafir dengan senjata, bila dengan munafik dengan hujjah dan nasihat. (Media).

Nabi sebagai hakim..





8 Langkah Menyambut Ramadhan


Ramadhan adalah bulan yang memiliki banyak keutamaan. Selain karena ummat muslim wajib beribadah puasa, di bulan juga banyak ibadah sunnah yang sayang sekali untuk dilewatkan. Sebagaimana seorang atlet di cabang olahraga tertentu, mereka tidak serta merta ikut nimbrung berlomba. Sang atlet harus menyiapkan diri agar juara dan tidak kembali dengan kesia-siaan. Apatah lagi bulan yang menjanjikan limpahan pahala dan rahmat dari Allah ini. 

Berikut 8 langkah persiapan menyambut ramadhan,

1. Berusaha menyelesaikan semua urusan (dunia) yang menyibukkan sebelum masuknya bulan ramadhan.
2. Mulai mengurangi interaksi dan pertemuan2 yang tidak bermanfaat.
3. Hisablah dirimu setiap hari atas apa yang telah engkau lakukan dari​ amal shaleh di bulan sya'ban ini agar engkau mengetahui sebab-sebab kekuranganmu.
4. Mulai melatih diri dengan berbagai amal yang akan dikerjakan di bulan ramadhan khususnya shaum, shalat lail, dan menambah bacaan Al-Qur'an.
5. Perbanyak do'a dan berharap kepada Allah agar Dia memberi berkah pada umur dan amalmu sebagaimana Allah memberkahimu di bulan sya'ban dan ramadhan.
6. Hadirkan suasana dalam keluarga dengan mengingatkan mereka akan dekatnya bulan ramadhan  dan melatih  anggota keluarga yang sudah mampu untuk berpuasa.
7. Hendaklah engkau memiliki saat-saat bersendiri dimana engkau berzikir kepada​ Allah untuk membersihkan dan meluruskan jiwamu.
8. Bacalah Al-Qur'an dengan hatimu karena pada hakikatnya setiap ayatnya adalah surat dari Allah untukmu.

Saat hilal Ramadhan menyingkapkan diri nanti, kita telah siap untuk meraih ridho-Nya. Menjadi pemenang yang akhirnya finish tanpa penyesalan diri.

Marhaban ya Ramadhan...

Terjemahan dari risalah Syekh Umar alMuqbil hafidzahullahu ta'ala.

Rabu, 10 Mei 2017

Ormas Anti NKRI? Sebuah Catatan Imam New York Menyikapi HTI


Menimbang ormas-ormas anti NKRI
Imam Shamsi Ali. Sebagai anak bangsa yang telah menghabiskan dua pertiga umurnya di luar negeri, tetap konsisten cinta bangsa dan tanah air. Bagaimana pun juga ikatan batin dan emosi kebangsaan itu tidak pernah berkurang. Saya yakin, ini pula sentimen ribuan bahkan jutaan anak bangsa yang  hidup di berbagai belahan dunia ini.

Ada rasa cinta dan kedekatan yang tidak bisa diintervensi apapun, bahkan oleh kewarga negaraan itu sendiri. Dan ini pula yang menjadikan anak-anak bangsa di berbagai belahan dunia itu tetap mengikuti dari dekat, dan membangun perhatian penuh dengan Republik ini. 

Suatu hari saya hadir dalam acara perkumpulan lansia (lanjut usia) di kota New York. Mereka adalah orang-orang Indonesia yang umumnya berumur di atas 70 tahun, yang juga rata-rata telah menjadi warga negara Amerika. Mereka telah berpuluh-puluh tahun hidup di negara Amerika, beranak dan bercucu warga negara Amerika.

Yang menarik adalah saya mendegarkan percakapan hangat, dan terasa segar, justeru bukan mengenai Amerika. Tapi mengenai perkembangan mutakhir di dalam negeri Indonesia. Secara iseng saya bertanya ke beberapa orang di antara mereka: "kalau seandainya Tuhan memberikan umur panjang dan kemudahan, apa yang bapak/ibu ingin lakukan?". 

Saya sungguh terkejut dengan respon mereka. "Kalau ada umur panjang, saya hanya ingin memberikan kontribusi apapun yang saya bisa kepada bangsa saya, Indonesia". 

Ikatan emosi sekaligus pengalaman lansia ini menjadikan saya yakin bahwa nasionalisme bangsa Indonesia itu begitu kuat. Nasionalisme bangsa ini tidak semudah itu digeserkan oleh apapun, termasuk idiologi-idiologi apapun. Terkecuali tentunya yang telah membuktikan diri sebagai pengkhianat bangsa, seperti komunisme. Selebihnya diperlukan kejelian, kehati-hatian, dan penelitian yang dalam sebelum sampai ke sebuah kesimpulan.

 Pancasila, UUD dan NKRI

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sudah merupakan konsensus nasional untuk menjadikan Pancasila dan UUD sebagai fondasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Semua manusia Indonesia telah menerima ini sebagai "warisan founding fathers" dan sekaligus nafas perekat kebangsaan. 

Dan karenanya memang dalam bingkai negara kesatuan, menolaknya adalah penolakan kepada bangsa dan negara itu sendiri. Dengan kata lain, menolak Pancasila dan UUD 45 adalah "treason" (pengkhianatan) kepada negara ini. Siapapun dan apapun latar belakangnya, baik secara etnis maupun agama harus menerima kedua pilar kehidupan berbangsa dan bernegara ini. 

Masalahnya kemudian adalah bagaimana mengakomodir variasi penafsiran Pancasila itu? Dan lebih khusus lagi dalam kerangka pemahaman agama-agama? Tidak saja dalam hubungan antar agama. Tapi juga berbagai penafsiran yang ada dalam satu agama (intra agama).

Agama adalah keyakinan dalam hati sekaligus petunjuk hidup. Dalam realisasinya agama bukanlah "bolduzer" yang menggusur segala hal dalam hidup manusia. Tapi datang menguatkan yang sudah baik dan memperbaiki yang tidak baik. Itulah sebabnya agama di satu sisi tegas. Tapi di sisi lain sangat fleksible mengakomodir berbagai paham dan praktek lokal dalam kehidupan manusia. Dan itu pula yang menjadikan warna agama pada tataran prakteknya berbeda dari satu bangsa ke bangsa yang lain. Sehingga wajar jika keragaman internal umat ini tidak kalah dari keragaman eksternalnya. 

Memahami Pancasila dari sudut pandang keyakinan dan pemahaman agama ini tentu juga tidak lepas dari kemungkinan keragaman itu. Ambillah misalnya sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Sudah pasti pemahaman makna dan defenisinya akan berbeda antara pemahaman seorang Muslim dan Hindu. Lalu dari kedua pemahaman yang berbeda karena ikatan agama masing-masing itu, mana yang dianggap benar dan loyal dengan Pancasila dan mana yang tidak? 

Saya melihat gegabah dalam menilai seseorang atau sekolompok orang sebagai anti Pancasila, UUD dan NKRI justeru bisa berdampak sangat negatif terhadap loyalitas dan nasionalisme kepada bangsa dan negara itu sendiri. Penafsiran atas pasal-pasal Pancasila dan UUD seharusnya tidak dijadikan pijakan kesimpulan jika orang atau sekelompok orang telah anti Pancasila, UUD dan NKRI. Tentu dengan catatan masih menerimanya sebagai pijakan dalam hidup berbangsa dan bernegara.

Mungkin sebagai ilustrasi saja. Dalam agama Islam adalah sebuah  kesalahan fatal untuk mengkafirkan seseorang yang masih percaya dengan agama Islam, percaya dengan Allah dan rasulNya, percaya dengan kitab suci Al-Qur'an, dan seterusnya, hanya karena memiliki penafsiran yang mungkin dianggap nyeleneh, bahkan salah. Selama itu penafsiran dan bukan pengingkaran, dia berhak untuk tetap berada dalam rumah Islam itu (Muslim). Mengeluarkannya dari rumah Islam hanya karena yang tidak sejalan dengan kita, bahkan salah sekalipun, tidak akan dilakukan kecuali oleh golongan "takfiri" yang super radikal itu.

Saya khawatir justeru menghakimi  orang atau kelompok orang tertentu sebagai anti NKRI hanya karena penafsirannya yang tidak disetujui merupakan sikap ekstrim yang sama. Artinya kekhawatiran kepada ekstremisme justeru juga dilakukan dengan sikap dan prilaku ekstrim yang sama.

Barangkali cara terbaik untuk mengukur loyalitas seseorang atau sekelompok orang itu dilihat dari gerak gerik dan sikapnya selama ini. Apakah sikapnya itu menguntungkan atau justeru merugikan, bahkan mengarah kepada merusak dan merobohkan bangunan negara dan kebangsaan? 

Siapakah selama ini yang merongrong kehidukan bernegara dan berbangsa melalui aktifitas ekonomi dan keuangan? Siapakah selama ini yang bermuka dua, di satu sisi berpura-pura cinta Indonesia dengan nasionalisme tapi di mana-mana bangsa dan negara ini diburuk-burukkan? Bahkan tidak malu bekerjasama dengan pihak luar, baik pemerintahan negara lain maupun organisasi-organisasi di negara lain untuk mencabik-cabik keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia? 

Hubungan emosional dan solidaritas keagamaan yang bersifat internasional, selama memang tidak mengarah kepada pemberontakan dan pengrusakan NKRI harusnya wajar-wajar saja. Saudara-saudara sebangsa kita yang kebetulan beragama Katolik jelas punya loyalitas tinggi dan solidaritas kuat dengan Vatican. Apakah itu berbahaya bagi NKRI? Dan apakah hal itu perlu dipertentangkan? Baru-baru ini ada seorang pengusaha besar keturunan yang mengatakan bahwa bagi dia Indonesia itu ibarat ayah tiri. Ayah kandungnya adalah negara China itu sendiri. Apakah ini bisa dikategorikan pengkhianatan dan pelecehan negara? 

Demikian pula dengan organisasi  HTI yang saya anggap sekedar gerakan moral yang tidak mengarah kepada pengrusakan NKRI. Tapi gerakan yang diikat oleh ikatan ideologi dan solidaritas Muslim internasional. Relasi mereka dengan gerakan HTI (Hizbut Tahrir Internasional) saya menganggap tidak lebih dari sebuah koneksi moral dan solidaritas. Toh dalam Islam, selain adanya perdebatan panjang tentang makna dan konsep khilafah, juga dengan realita dunia sekarang, untuk mewujudkan pemerintahan yang bersifat global (khilafah) itu hampir mustahil. 

Oleh karenanya pembubaran HTI bisa berakibat sangat negatif. Apalagi hal ini dilakukan di saat-saat meningginya kecurigaan di antara elemen-elemen bangsa. Maka jika HTI dibubarkan karena dianggap anti NKRI, lalu bagaimana dengan organisasi-organisasi yang jelas-jelas bekerjasama dengan pihak luar untuk merongrong keutuhan NKRI? 

Dan bagaimana pula mereka yang seringkali menampakkan diri sebagai benalu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara? Mereka yang siap angkat kaki dan membawa kekayaan negara yang telah mereka kuras? Tidakkah mereka ini adalah kelompok-kelompok yang setiap saat merusak, melobangi perahu kebangsaan itu? 

Oleh karenanya ada dua hal penting yang perlu diingat. Satu, diperlukan kehati-hatian dan kejelian dalam mengambil kesimpulan tentang siapa yang anti Pancasila, UUD dan NKRI. Dua, diperlukan keadilan tanpa memandang siapa dan apa dalam menegakkan hukum dan menjaga keutuhan bangsa dan negara. Sehingga jika satu kelompok dinilai anti NKRI karena pemikiran dan sikap, maka semua kelompok yang memiliki pemikiran dan sikap yang sama diperlakukan sama di depan hukum.

Ada baiknya pemerintah melakukan pendekatan dialogis, mencari tahu arah pemikiran semua anak bangsa ini, termasuk HTI. Khawatirnya sebuah keputusan institusional justeru ditunggangi oleh kepentingan lain, yang memang bertujuan untuk melemahkan bahkan mencabik kesatuan bangsa ini. Sehingga pada akhirnya akan muncul kekuatan dominan yang punya kepentingan sempit, di luar kepentingan nasional.

Tentunya perlu saya tegaskan sekali lagi, bahwa sebagai bagian dari nasionalisme dan kecintaan kepada Indonesia kita mendukung segala upaya pemerintah untuk menjaga keutuhannya. Termasuk menindak tegas pihak-pihak yang memang ingin mencabik keutuhan NKRI ini. Namun sangat diperlukan kejelian dan keadilan dalam meengambil tindakan. Jika tidak, maka kebijakan pemerintah yang gegabah dan pilih kasih justeru bisa memicu reaksi yang akan memporak porandakan kesatuan bangsa dan negara Republik Indonesia.

Semoga Tuhan menjaga! 

New York, 8 Mei 2017

* Presiden Nusantara Foundation

Ket. Foto : Salah Satu Koran

Sabtu, 06 Mei 2017

H.O.S Tjokroaminoto Sang Pahlawan Nasional Pernah Pimpin Aksi Bela Islam


Dalam sejarah Indonesia, jauh sebelum Habib Rizieq Syihab dan ulama lainnya memimpin perjuangan melawan penista agama, tersebut nama H.O.S Tjokroaminoto. Dia memimpin demonstrasi umat Islam, persis seperti Aksi Bela Islam saat ini. Jadi beranikah anda bilang H.O.S Tjokroaminoto (mentor bung Karno) adalah penebar isu SARA?

Beranikah anda bilang bahwa Guru Bangsa itu berusaha memecah-belah bangsa?

Beranikah anda bilang bahwa 35.000 massa yang berkumpul di tahun 1918 itu adalah orang-orang bodoh yang tidak mengerti makna toleransi?

Kalau anda berani, bisa jadi justru anda yang penebar isu SARA, andalah yang memecah-belah bangsa, dan anda mungkin sekali termasuk orang bodoh, yang tidak tahu makna toleransi.

Kisahnya bermula dari sebuah harian
bernama  "Djawi Hisworo" yang pada awal Januari 1918 memuat artikel yang  berisi penghinaan terhadap Nabi Muhammad saw.  Penulisnya Djojodikoro dan judulnya "Pertjakapan Antara Martho dan Djojo".

"Gusti Kandjeng Nabi Rasoel minoem AVH, minoem Opium, dan kadang soeka mengisep Opium."

Kalimat itu secara jelas menuduh bahwa Nabi SAW adalah pemabuk, dan suka mengkonsumsi Opium.

Penistaan itu membuat geram umat Islam.  H.O.S Tjokroaminoto  dengan cepat membentuk organisasi bernama Tentara Kanjeng Nabi Muhammad (TKNM) yang langsung dipimpinnya. TKNM mengajak rakyat Indonesia untuk menghadiri rapat besar di Kebun Raya Surabaya, pada 6 Februari 1918. Kegiatan ini sebagai sikap penolakan kaum muslimim terhadap penghinaan Nabi SAW.

Tidak kurang dari 35.000 umat Islam hadir. Tuntutannya  mendesak pemerintah Hindia Belanda dan Sunan Surakarta untuk segera mengadili Djojodikoro dan Martodarsono (pemilik surat kabar) atas kasus penistaan Nabi saw. (Jang Oetama : Jejak Perjuangan H.O.S Tjokroaminoto karya A.D Mulawarman)

Di waktu itu, tentu saja media tidak seperti sekarang. Tidak ada media sosial macam facebook, twitter, dan tidak ada TV. Radio pun hanya segelintir orang yang punya.

TNKM hanya bermodalkan pesan lisan dan media seleberan kertas untuk mengumpulkan massa sebesar itu.

Dan tentunya tidak ada bayaran atau Nasi Bungkus untuk mengumpulkan mereka.

Belajarlah sejarah lebih banyak lagi jika masih tidak sehat, dan mengatakan bahwa Aksi Damai Bela Qur'an yang diikuti jutaan manusia dari Sabang sampai Merauke, adalah upaya memecah belah bangsa.

H.O.S Tjokroaminoto adalah salah seorang Pahlawan Nasional yang tidak diragukan lagi jasanya dalam perjuangan pra-kemerdekaan Indonesia.

Jadi beranikah anda bilang H.O.S Tjokroaminoto (mentor bung Karno) adalah penebar isu SARA?

Beranikah anda bilang bahwa Guru Bangsa itu berusaha memecah-belah bangsa?

Beranikah anda bilang bahwa 35.000 massa yang berkumpul di tahun 1918 itu adalah orang-orang bodoh yang tidak mengerti makna toleransi?

Kalau anda berani, bisa jadi justru anda yang penebar isu SARA, andalah yang memecah-belah bangsa, dan anda mungkin sekali termasuk orang bodoh, yang tidak tahu makna toleransi.

Referensi buku "Jang Oetama : Jejak Perjuangan H.O.S Tjokroaminoto" karya A.D Mulawarman.