Juli 2018

Senin, 30 Juli 2018

Bacalah Kisah Ini, Agar Engkau Niat Berqurban


"Siapapun yang Belum Berniat Qurban Bisa Menangis Membaca Kisah Ini"

Idul adha kian dekat. Kian banyak orang yang mengunjungi stan hewan qurbanku. Sebagian hanya melihat-lihat, sebagian lagi menawar dan alhamdulillah tidak sedikit yang akhirnya membeli. Aku menyukai bisnis ini, membantu orang mendapatkan hewan qurban dan Allah memberiku rezeki halal dari keuntungan penjualan.

Suatu hari, datanglah seorang ibu ke stanku. Ia mengenakan baju yang sangat sederhana, kalau tidak boleh dibilang agak kumal. Dalam hati aku menyangka ibu ini hanya akan melihat-lihat saja. Aku mengira ia bukanlah tipe orang yang mampu berqurban. Meski begitu, sebagai pedagang yang baik aku harus tetap melayaninya.
 
"Silahkan Bu, ada yang bisa saya bantu?" sapaku seramah mungkin
"Kalau kambing itu harganya berapa, Pak?" tanyanya sambil menunjuk seekor kambing yang paling murah.

"Itu 2jt Bu," tentu saja harga beberapa tahun yang lalu. "Harga pasnya berapa?"
Wah, ternyata ibu itu nawar juga. "Bolehlah 1jt 700 ribu, Bu. Itu  Buat ibu, bolehlah kalau ibu mau"

"Tapi, uang saya Cuma 1jt 500 ribu, Pak. Boleh?" kata ibu itu dengan penuh harap. Keyakinanku mulai berubah. Ibu ini benar-benar serius mau berqurban. Mungkin hanya tampilannya saja yang sederhana tapi sejatinya ia bukanlah orang miskin. Nyatanya ia mampu berqurban.

"Baik lah, Bu. Meskipun tidak mendapat untung, semoga ini barakah," jawabku setelah agak lama berpikir. Bagaimana tidak, 1jt 500 ribu itu berarti sama dengan harga beli. Tapi melihat ibu itu, aku tidak tega menolaknya.

Aku pun kemudian mengantar kambing itu ke rumahnya. "Astaghfirullah… Allaahu akbar…" Aku terperanjat. Rumah ibu ini tak lebih dari sebuah gubuk berlantai tanah. Ukurannya kecil, dan di dalamnya tidak ada perabot mewah. Bahkan kursi, meja, barang-barang elektronik, dan kasur pun tak ada. Hanya ada dipan beralas tikar yang kini terbaring seorang nenek di atasnya. Rupanya nenek itu adalah ibu dari wanita yang membeli kambing tadi. Mereka tinggal bertiga dengan seorang anak kecil yang tak lain adalah cucu nenek tersebut.

"Emak, lihat apa yang Sumi bawa" kata ibu yang ternyata bernama Sumi itu. Yang dipanggil Emak kemudian menolehkan kepalanya, "Sumi bawa kambing Mak. Alhamdulillah, kita bisa berqurban"

Tubuh yang renta itu duduk sambil menengadahkan tangan. "Alhamdulillah… akhirnya kesampaian juga Emak berqurban. Terima kasih ya Allah…"

"Ini uangnya Pak. Maaf ya kalau saya nawarnya terlalu murah, karena saya hanya tukang cuci di kampung sini, saya sengaja mengumpulkan uang untuk membeli kambing buat qurban atas nama Emak…." kata Bu Sumi.

Kaki ini bergetar, dada terasa sesak, sambil menahan tetes air mata, saya berdoa dalam hati, "Ya Allah… Ampuni dosa hamba, hamba malu berhadapan dengan hamba-Mu yang pasti lebih mulia ini, seorang yang miskin harta namun kekayaan imannya begitu luar biasa".

"Pak, ini ongkos kendaraannya…", panggil ibu itu.
"Sudah bu, biar ongkos kendaraannya saya yang bayar", jawabku sambil cepat-cepat berpamitan, sebelum Bu Sumi tahu kalau mata ini sudah basah karena karena tak sanggup mendapat teguran dari Allah yang sudah mempertemukan dengan hambaNya yang dengan kesabaran, ketabahan dan penuh keimanan ingin memuliakan orang tuanya.

Untuk menjadi mulia, ternyata tak harus menunggu kaya. Untuk mampu berqurban, ternyata yang dibutuhkan adalah kesungguhan. Kita jauh lebih kaya dari Bu Sumi. Rumah kita bukan gubuk, lantainya keramik. Ada kursi, ada meja, ada perabot hingga TV di rumah kita. Ada kendaraan. Bahkan, HP kita lebih mahal dari harga kambing qurban. Tapi… sudah sungguh-sungguhkah kita mempersiapkan qurban? Masih ada waktu sekitar satu bulan.

Jika kita sebenarnya mampu berqurban, tapi tak mau berqurban, hendaklah kita malu kepada Allah ketika Dia membandingkan kesungguhan kita dengan Bu Sumi. Jika kita sebenarnya mampu berqurban, tapi tak mau berqurban, hendaklah kita takut dengan sabda Rasulullah ini:

مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا

"Barangsiapa yang memiliki kelapangan untuk berqurban namun dia tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami" (HR Ibnu Majah, Ahmad dan Al Hakim)
QUOTES OF THE QURBAN

Siapapun yg Belum Berniat Qurban, sebaiknya bisa ternotivasi dg kisah di atas. In syaa Allah.

Senin, 23 Juli 2018

Kenapa Seorang Mayit Memilih “BERSEDEKAH” Jika Bisa Kembali Hidup ke Dunia?


Kenapa Seorang Mayit Memilih "BERSEDEKAH" Jika Bisa Kembali Hidup ke Dunia?

Sebagaimana firman Allah:

رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ

"Wahai Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda [kematian]ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah…" {QS. Al Munafiqun: 10}

Kenapa dia tidak mengatakan,
"Maka aku dapat melaksanakan umroh" atau
"Maka aku dapat melakukan sholat atau puasa" dll?

Berkata para ulama,
Tidaklah seorang mayit menyebutkan "sedekah" kecuali karena dia melihat besarnya pahala dan imbas baiknya setelah dia meninggal…

Maka, perbanyaklah bersedekah, karena seorang mukmin akan berada dibawah naungan sedekahnnya…

Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam bersabda,

"Setiap orang akan berada di bawah naungan sedekahnya, hingga diputuskan perkara-perkara di antara manusia." (HR. Ahmad)

Dan, bersedekah-lah atas nama orang-orang yang sudah meninggal diantara kalian, karena sesungguhnya mereka sangat berharap kembali ke dunia untuk bisa bersedekah dan beramal shalih, maka wujudkanlah harapan mereka…

Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha bahwasanya ada seseorang mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian dia mengatakan,

"Wahai Rasulullah, sesungguhnya Ibuku tiba-tiba saja meninggal dunia dan tidak sempat menyampaikan wasiat padaku. Seandainya dia ingin menyampaikan wasiat, pasti dia akan mewasiatkan agar bersedekah untuknya. Apakah Ibuku akan mendapat pahala jika aku bersedekah untuknya? Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Iya". (HR. Bukhari & Muslim)

Dan, biasakan, ajarkan anak-anak kalian untuk bersedekah…

Pensiunnya Ozil di Timnas Jerman Disebabkan Agamanya Islam?


OOT, pensiunnya Ozil

" Bagi beberapa orang saya orang Jerman ketika menang, ketika kalah saya disebut imigran, saya sudah membayar pajak, mendonasikan fasilitas pada disekolah Jerman, saya membantu juara World Cup 2014, tapi saya tetap tidak diterima di sebagian Masyarakat Jerman " 

" Apakah ada kriteria yang belum saya penuhi untuk jadi orang Jerman ? Teman saya Podolski dan Klose tidak pernah disebut Jerman-Polandia, kenapa saya disebut Jerman-Turkey, apa karna saya muslim ? "

" Perlakuan yang saya dapatkan dari DFB & yang lain membuat saya tidak ingin menggunakan jersey Jerman lagi, saya merasa tidak dibutuhkan, sejak 2009 saya debut, mereka melupakan semuanya, seharusnya orang yang punya sifat diskriminatip & rasis tidak boleh bekerja di federasi sepakbola dunia " 

" Dengan berat hati setelah saya pertimbangkan saya putuskan untuk tidak bermain lagi, dulu saya bangga memakai jersey ini, tapi sekarang tidak, saya tidak akan diam saja ketika rasisme berlaku hanya saya saja, karna saya sudah memberikan semuanya untuk rekan-rekan, staf & Jerman tentunya " 

#Respect

Jumat, 20 Juli 2018

Tua adalah Hidup Disepertiga Waktu yang Terakhir


MENUA

Bagiku bagaimana menjadi tua itu teramat penting, agar paham pilihan yang tepat untuk mengisinya, lalu mengakhiri hidup ini dengan cara yang Allah inginkan... Bagiku bagaimana menjadi tua itu teramat penting, karena betapa banyaknya manusia yang menjalani mudanya dengan amal-amal ahli surga namun mengakhiri hidupnya dengan amal ahli neraka... Bagiku bagaimana menjadi tua itu teramat penting, karena husnul 'amal itu sepatutnya berujung pada husnul khatimah, karena akhir itu lebih baik daripada permulaan : "Dan sungguh akhir itu lebih baik daripada permulaan" (QS Adh-Dhuhaa :  4)

Tua adalah hidup di sepertiga waktu yang terakhir, dan Islam selalu memberikan kemuliaan pada sepertiga yang terakhir : sepertiga malam terakhir, sepertiga Ramadhan terakhir, sepertiga suapan terakhir, sepertiga tahun terakhir... Tua adalah bagaikan hidup di waktu Ashar menjelang Maghrib, usia yang difokuskan untuk beriman, beramal shaleh, saling berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran. Atau Si Tua akan hidup dalam kerugian : "Demi Ashar. Sungguh manusia dalam kerugian, kecuali yang beriman dan berama; shaleh. Dan saling berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran (QS Al-'Ashr)

Memastikan usia tua dalam jalan kebenaran sungguh bukan hal mudah, karena setiap jenjang usia ada penggodanya sendiri. Muda mungkin digoda dengan dunia, nafsu, ledakan emosional, ambisi, egoisme dan kekeraskepalaan. Namun tua justru digoda dengan keinginan untuk keluar dari hiruk-pikuk dunia, menjauhi konflik, ingin istirahat, menjadi safety player, to be a good guys, atau menjadi moderat. Tampak indah dan bijaksana, bukan ? Ya... tapi justru di sanalah penggodanya... Sebagaimana seorang Abid digoda dengan ibadahnya... Sebagaimana seorang dermawan digoda dengan kedermawanannya...

Orang bilang tua identik dengan menjadi lebih bijak dan moderat. Ya... dan itu sesuatu banget, alhamdulillah. Tapi itu pulalah cobaan terbesarnya. Terkadang menjadi bijak dan moderat itu membuat kaum tua telah mengganti garis tegas menjadi garis putus-putus... mengganti konflik dengan kompromi... mengubah hitam-putih menjadi abu-abu... Dan cobaan bijak-moderat ini makin meraksasa di akhir jaman, jaman di mana hati dibolak-balik, istiqamah menjadi barang mahal, sedangkan Rasulullah SAW justru meminta ummatnya untuk mensikapi akhir jaman dengan garis-garis ketegasan.

Sungguh Allah telah mempertontonkan kepadaku tentang tetua-tetua yang terjerembab dalam "kebijaksanaan" dan sikap "moderat"nya. Mungkin karena mereka menyalahartikan bijak-moderat sebagai sikap pertengahan. Padahal bijak-moderat dimaknai Islam sebagai adil dan proporsional. Mereka bilang wasit adalah manusia pertengahan, sehingga ummatan wasathan adalah ummat pertengahan. Padahal wasit adalah pengadil, dan ummatan wasathan adalah ummat penegak keadilan... Dan mereka yang ekstrem kiri-kanan di masa muda, juga berpotensi ekstrem moderat saat menua...

"Celakanya", ternyata menjadi Muslim tua di masaku akan berhadapan dengan cobaan dan godaan MODERAT TERSTRUKTUR. Ada yang menguji sikap-sikap tuaku dengan istilah radikalisme, intoleran, dan anti-kebihinnekaan. Sungguh ketuaanku tak suka dengan istilah-istilah itu dan menghindari sikap-sikap semacam itu. Lalu, telah disediakan pula untuk kaumku Agama Rahmatan Lil-'alamin yang kini resmi bernama Islam Nusantara yang santun, lembut, toleran, pertengahan, ramah-tamah. Haruskah aku bertekuk lutut dengannya agar aku tampak telah benar-benar menjadi tua, moderat  dan menjadi bijak ?

Beberapa tetua tampak telah bertekuk lutut. Mungkin karena mereka telah lelah berkelahi di masa muda. Telinga tua mereka sudah tak sanggup lagi mendengar suara bising pertengkaran tak berujung. Padahal di usia yang sama Rasulullah SAW baru mulai berperang, mendengar bisingnya suara pedang beradu, dan mengusir kaum Yahudi. Yaa Rabbii... matikanlah aku dalam husnul khatimah, aamiin...

Ditulis Oleh Ust.Adriano Rusfi

Rabu, 18 Juli 2018

Catatan dari Buku Harian Seorang Ibu


Bismillah: membaca ini tak terasa air mataku mengalir. .😭😭😭...

Catatan dari buku harian seorang ibu ....

Dulu ... rumahku ini ramai dengan anak2 ku ...
'
tawa mereka ... 

Tangis mereka ... juga pertengkaran antara mereka ...

 Buku2 berserakan disetiap sudut ruangan ...

 pensil , baju , mainan bertebaran di atas tempat tidur

 ... karena jengkelnya akupun berteriak : " cukup... jangan buat kekacauan dirumah ! ..

 ayo masing2 barang nya dibereskan ... 

susun rapi di tempatnya ! " .. 

Di pagi hari menjelang waktu sekolah ...

 seorang anakku mengadu : " ummi ... buku dan penaku hilang entah dimana ?" ..
. anak yang kedua berkata : " ummi ... mana bedaknya ?" ..

 anakku yang ketiga merengek :" ummi ... susunya tumpah " ...

yang keempat ... sambil memegangi kakiku mengadu cemas : " ummi ... aku belum
 mengerjakan PR "

 .... semua ... semua mereka mengeluhkan kelalaian nya masing2 ... 

Saat ini .. aku sudah tua ... 

anak2 sudah dewasa ... 

aku berdiri di depan pintu kamar anak2 ku ... tempat tidur

 tersusun rapi .. kosong tidak ada lagi yang tidur disana ... di lemari hanya ada sedikit pakaian ... pakaian masa kecil milik mereka ... 
di rumah ini sekarang sepi sekali ... tidak ada lagi yang tersisa selain aroma harum tubuh anak2 ku ... 

ya .. setiap anak2 ku itu memiliki bau yang khas bagiku ...

 aku menghirup udara dalam2 ... bau tubuh mereka seakan kembali ... meringankan rasa rindu yang menyesakkan dadaku .

. kenangan2 itu pun datang kembali ... kala aku marah pada seorang anakku ... ia langsung berlari dan memeluk kakiku : " maaf kan aku ... ummi " rintihnya ... dan ... tak terasa ... air mataku pun jatuh ... Anak2 kini sudah mandiri ... hidup di tempat2 yang jauh dengan keluarga masing2 ..

satu persatu meninggalkan rumah dengan

 ucapan yang sama : " jazakillah khairan ummi ... untuk semua kebaikan ... untuk semua kasih sayang ... 

aku tak akan pernah bisa membalas jasa ummi ... mohon doamu ummi " ...

 Ya ALLAH ... ingin rasanya kembali ke masa lalu ... waktu dimana anak2 masih kecil2 ....

Pesanku untukmu wahai para ibu ... nikmatilah tangisan ... rengekan dan suara teriakan anak2 mu ... nikmatilah bila buku2 .. pena .. mainan2 mereka berserak dan bertebaran ... nikmatilah setiap ketidak rapian rumah disebabkan ulah mereka ... jangan membentak ... jangan berteriak ... semua itu akan menjadi kenangan manis ... kenangan yang indah ... setiap ibu pasti akan mengalami seperti yang kini ku alami ... hari dimana setiap anak ... satu persatu akan keluar meninggalkan rumah tempat lahir mereka ... setiap satu anak ku keluar dengan membawa/ menyeret tas / koper nya ... ia ikut serta membawa/menyeret hatiku bersamanya ... ku peluk pintu itu setiap satu anak pergi ... aku memeluk pintu itu karena lututku gemetar ... separuh jiwaku seakan terbang pergi bersamanya ... lalu aku kembali mengumpulkan kekuatanku ... menghadapi sisa hidup sepi yang harus ku jalani ....

Selasa, 17 Juli 2018

Rintihan Perawan Tua Untuk Laki-laki




ﺗﺰﻭﺟﻮﻧﺎ .. ﺍﺳﺘﺮﻭﻧﺎ .. ﺍﺭﺣﻤﻮﻧﺎ ﻣﻦ ﻧﺎﺭ ﺍﻟﻌﻨﻮﺳﺔ ..

Nikahilah kami, lindungilah kami, sayangilah kami (terhindar) dari neraka perawan tua .

ﻋﻨﺪﻣﺎ ﺍﻗﺘﺮﺏ ﻋﻤﺮﻱ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﺸﺮﻳﻦ ﻛﻨﺖ ﺃﺣﻠﻢ ﻛﺄﻱ ﻓﺘﺎﺓ ﺑﺸﺎﺏ ﻣﻠﺘﺰﻡ ﺫﻱ ﺧﻠﻖ ﻭﻛﻨﺖ ﺃﺑﻨﻲ ﺍﻷﻓﻜﺎﺭ ﻭﺍﻵﻣﺎﻝ، ﻭﻛﻴﻒ ﺳﻨﻌﻴﺶ ﻭﻛﻴﻒ ﺳﻨﺮﺑﻲ ﺃﻃﻔﺎﻟﻨﺎ، ﻭ .…ﻭ .… ﺇﻟﺦ .

Ketika umurku mendekati 20 tahun, aku pernah mengimpikan seperti gadis lainnya, untuk mendapatkan seorang pemuda (ikhwan) yang
konsisten dengan agamanya, berakhlak mulia, ketika itu akupun mulai menyusun pikiran dan angan-angan, dan bagaimana cara mendidik anak kami, dan… dan… seterusnya .

ﻭﻛﻨﺖ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﻮﻉ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺤﺎﺭﺏ ﺍﻟﺘﻌﺪﺩ ﻭﺍﻟﻌﻴﺎﺫ ﺑﺎﻟﻠﻪ، ﻓﺒﻤﺠﺮﺩ ﺃﻥ ﻳﻘﻮﻟﻮﺍ ﻟﻲ ﻓﻼﻥ ﺗﺰﻭﺝ ﻋﻠﻰ ﺯﻭﺟﺘﻪ ﺗﺠﺪﻧﻲ، ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺷﻌﻮﺭ، ﺃﺩﻋﻮ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺃﻗﻮﻝ : ﻟﻮ ﻛﻨﺖ ﻣﻜﺎﻧﻬﺎ ﻟﺮﻣﻴﺘﻪ ﻣﺜﻠﻤﺎ ﺭﻣﺎﻧﻲ،

Aku adalah termasuk orang yang memerangi poligami –semoga Allah melindungi dari sikap itu-sehingga, semata-mata mereka mengatakan
kepadaku: si fulan menikah lagi, aku lepas control, sehingga aku melaknat laki-laki itu, dan mengatakan, kalau aku di posisi istrinya aku akan melakukan seperti apa yang dilakukan kepadaku .

ﻭﻛﻨﺖ ﺩﺍﺋﻤﺎ ﺃﺗﻨﺎﻗﺶ ﻣﻊ ﺃﺧﻲ ﻭﺃﺣﻴﺎﻧﺎً ﻣﻊ ﻋﻤﻲ ﻋﻦ ﺍﻟﺘﻌﺪﺩ ﻭﻳﺤﺎﻭﻟﻮﻥ ﺃﻥ ﻳﻘﻨﻌﻮﻧﻲ ﻭﺃﻧﺎ ﻣﺘﻌﻨﺪﺓ ﻻ ﺃﺭﻳﺪ ﺃﻥ ﺃﻗﺘﻨﻊ، ﻭﺃﻗﻮﻝ ﻟﻬﻢ ﻣﺴﺘﺤﻴﻞ ﺃﻥ ﺗﺸﺎﺭﻛﻨﻲ ﺍﻣﺮﺃﺓ ﺃﺧﺮﻯ ﻓﻲ ﺯﻭﺟﻲ .

Dan aku selalu berdebat dengan saudara laki-lakiku, dan terkadang dengan pamanku tentang poligami, mereka berusaha untuk meyakinkan kepadaku untuk menerimanya, namun aku tetapi berkeras kepala dan tidak ingin menerimanya,
akupun mengatakan kepada mereka, " mustahil wanita lain menyertaiku dalam suamiku .

ﺃﺣﻴﺎﻧﺎ ﻛﻨﺖ ﺃﺗﺴﺒﺐ ﻓﻲ ﻣﺸﻜﻠﺔ ﺑﻴﻦ ﺯﻭﺝ ﻭﺯﻭﺟﺘﻪ ﻷﻧﻪ ﻳﺮﻳﺪ ﺃﻥ ﻳﺘﺰﻭﺝ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻭﺃﺣﺮﺿﻬﺎ ﻋﻠﻴﻪ ﺣﺘﻰ ﺗﺜﻮﺭ ﺛﺎﺋﺮﺗﻬﺎ ﻋﻠﻴﻪ .

Terkadang, aku menjadi penyebab (actor) dalam pertingkaian antara suami dan istri, karena suaminya ingin menikah lagi, dan akupun
memprovokasinya sehingga ia memberontak kepada suaminya .

ﻭﻣﺮﺕ ﺍﻷﻳﺎﻡ ﻭﺃﻧﺎ ﺃﻧﺘﻈﺮ ﻓﺎﺭﺱ ﺃﺣﻼﻣﻲ، ﺍﻧﺘﻈﺮﺕ ﻟﻜﻨﻪ ﺗﺄﺧﺮ ﻭﺍﻧﺘﻈﺮﺕ ﻭﻗﺎﺭﺏ ﻋﻤﺮﻱ ﺍﻟﺜﻼﺛﻴﻦ .

Hari-hari pun berlalu, sedengankan aku menunggu dan menunggu arjuna (udo –minang) impianku,
namun tak kunjung datang, aku selalu menunggu sementara umurku sudah mendekati 30 tahun .

ﻳﺎ ﺇﻟﻬﻰ ﻣﺎﺫﺍ ﺃﻓﻌﻞ؟ ﻫﻞ ﺃﺧﺮﺝ ﻭﺃﺑﺤﺚ ﻋﻦ ﻋﺮﻳﺲ؟ ﻻ ﺃﺳﺘﻄﻴﻊ، ﺳﻴﻘﻮﻟﻮﻥ ﻫﺬﻩ ﻻ ﺗﺴﺘﺤﻲ، ﺇﺫﺍً ﻣﺎﺫﺍ ﺃﻓﻌﻞ؟ ﻟﻴﺲ ﻟﻲ ﺇﻻ ﺍﻻﻧﺘﻈﺎﺭ، ﻭﻓﻲ ﻳﻮﻡ ﻣﻦ ﺍﻷﻳﺎﻡ ﻛﻨﺖ ﺟﺎﻟﺴﺔ ﻭﺳﻤﻌﺖ ﺇﺣﺪﺍﻫﻦ ﺗﻘﻮﻝ : ‏(ﻓﻼﻧﺔ ﻋﻨﺴﺖ ‏)، ﻗﻠﺖ ﻓﻲ ﻧﻔﺴﻲ ﻣﺴﻜﻴﻨﺔ ﻓﻼﻧﺔ ﻟﻘﺪ ﻋﻨﺴﺖ .. ﻭﻟﻜﻦ … ﻓﻼﻧﺔ ﺇﻧﻪ ﺍﺳﻤﻲ !!

Ya Allah, apa yang aku lakukan? Apakah aku keluar dan mencari marapulai (pengantin laki-laki minang), aku tidak bisa, mereka akan mengatakan, tidakkah pertua (perawan tua) itu malu? Lalu apa
yang aku lakukan? Tiada lain bagiku kecuali penantian. Pada suatu hari, aku duduk, dan aku mendengar selah seorang wanita mengatakan: si fulanah sudah menjadi perawan tua, akupun mengatakan dalam hati ku, wah… sangat kasihan si fulanah itu dia telah menjadi pertua, namun… si fulanah itu taunya namaku

ﻳﺎ ﺇﻟﻬﻲ ﺇﻧﻪ ﺍﺳﻤﻲ ﺃﻧﺎ ﺃﺻﺒﺤﺖ ﻋﺎﻧﺴﺔ، ﺻﺪﻣﺔ ﻗﻮﻳﺔ ﺟﺪﺍً ﻣﻬﻤﺎ ﻭﺻﻔﺘﻬﺎ ﻓﻠﻦ ﺗﺤﺴﻮﺍ ﺑﻬﺎ، ﻭﺃﺻﺒﺤﺖ ﺃﻣﺎﻡ ﺍﻷﻣﺮ ﺍﻟﻮﺍﻗﻊ ﺃﻧﺎ ﻋﺎﻧﺲ .

Ya Allah, tahunya namaku, aku sudah menjadi perawan tua? Shok/trauma yang kuat sekali, bagaimanapun aku mengambarkannya kalian tidak akan bisa merasakannya, aku sudah berada di depan realita, aku adalah perawan tua.

ﻭﺑﺪﺃﺕ ﺃﺭﺍﺟﻊ ﺣﺴﺎﺑﺎﺗﻲ ﻣﺎﺫﺍ ﺃﻓﻌﻞ؟ ﺍﻟﻮﻗﺖ ﻳﻤﻀﻲ ﻭﺍﻷﻳﺎﻡ ﺗﻤﺮ ﺃﺭﻳﺪ ﺃﻥ ﺃﺻﺮﺥ، ﺃﺭﻳﺪ ﺯﻭﺟﺎً ﺃﺭﻳﺪ ﺭﺟﻼً ﺃﻗﻒ ﺑﻈﻠﻪ ﻳﻌﻴﻨﻨﻲ ﻭﻳﻘﻀﻲ ﺃﻣﻮﺭﻱ، ﺃﺭﻳﺪ ﺃﻥ ﺃﻋﻴﺶ ﺃﺭﻳﺪ ﺃﻥ ﺃﻧﺠﺐ ﺃﺭﻳﺪ ﺃﻥ ﺃﺗﻤﺘﻊ ﺑﺤﻴﺎﺗﻲ .

Akupun mulai menghitung-hitung , apa yang akan aku lakukan, sementara waktu terus berjalan, hari-hari terus berlalu, aku ingin berteriak, aku ingin seorang suami, aku ingin seorang laki-laki, yang
mana aku berdiri di naungannya, yang akan membantuku dan memenuhi kebutuhanku, aku ingin hidup, aku ingin punya anak, aku ingin menikmati hidupku

ﺟﺎﺀﻧﻲ ﺃﺧﻲ ﺍﻷﻛﺒﺮ ﺫﺍﺕ ﻣﺮﺓ ﻭﻗﺎﻝ ﻟﻲ : ﻟﻘﺪ ﺟﺎﺀﻙ ﺍﻟﻴﻮﻡ ﻋﺮﻳﺲ ﻓﺮﺩﺩﺗﻪ، ﻭﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺷﻌﻮﺭ ﻣﻨﻲ ﻗﻠﺖ ﻟﻪ ﻟﻤﺎﺫﺍ؟ ﺣﺮﺍﻡ ﻋﻠﻴﻚ ، ﻗﺎﻝ ﻟﻲ ﻷﻧﻪ ﻳﺮﻳﺪﻙ ﺯﻭﺟﺔ ﺛﺎﻧﻴﺔ ﻋﻠﻰ ﺯﻭﺟﺘﻪ ﻭﺃﻧﺎ ﺃﻋﺮﻑ ﺃﻧﻚ ﺗﺤﺎﺭﺑﻴﻦ ﺍﻟﺘﻌﺪﺩ . ﻭﻛﺪﺕ ﺃﺻﺮﺥ ﻓﻲ ﻭﺟﻬﻪ : ﻭﻟﻤﺎﺫﺍ ﻟﻢ ﺗﻮﺍﻓﻖ؟ ! ﺃﻧﺎ ﺭﺍﺿﻴﺔ ﺃﻥ ﺃﻛﻮﻥ ﺯﻭﺟﺔ ﺛﺎﻧﻴﺔ
ﺃﻭ ﺛﺎﻟﺜﺔ ﺃﻭ ﺭﺍﺑﻌﺔ !

Suatu kali, abangku mendatangiku dan berkata: "hari ini telah datang seorang pria untukmu, tapi aku telah menolaknya" dengan spontanitas aku berkata: kenapa? Tidak boleh?, abangku mengatakan kepadaku: "karena ia ingin menjadikanmu istri kedua dan aku tahu kamu memerangi poligami". Hampir aku berteriak di hadapan wajahnya: " kenapa abang tidak
menyetujuinya? Aku rela untuk menjadi istri kedua, atau ke tiga, atau keempat .

ﺍﻵﻥ ﺃﺩﺭﻛﺖ ﺣﻜﻤﺔ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﺘﻌﺪﺩ ﻭﻫﺬﻩ ﺣﻜﻤﺔ ﻭﺍﺣﺪﺓ ﺟﻌﻠﺘﻨﻲ ﺃﻗﺒﻞ ﻓﻜﻴﻒ ﺑﺤﻜﻤﻪ ﺍﻷﺧﺮﻯ؟ ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺍﻏﻔﺮ ﻟﻲ ﺫﻧﺒﻲ ﻓﻘﺪ ﻛﻨﺖ ﺟﺎﻫﻠﺔ .

Sekarang aku mengetahui hikmah Allah dalam berpoligami, ini adalah satu hikmah yang telah membuatku menerimanya, bagaimana dengan
hikmah yang lain??? Ya Allah, ampunilah dosaku, sungguh aku tidak mengetahui ".

ﻭﻫﺬﻩ ﻛﻠﻤﺔ ﺃﻭﺟﻬﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺮﺟﺎﻝ ﺃﻗﻮﻝ ﻟﻜﻢ : ﻋﺪﺩﻭﺍ، ﺗﺰﻭﺟﻮﺍ ﻭﺍﺣﺪﺓ ﻭﺛﺎﻧﻴﺔ ﻭﺛﺎﻟﺜﺔ ﻭﺭﺍﺑﻌﺔ ﺑﺸﺮﻁ ‏( ﺍﻟﻘﺪﺭﺓ ﻭﺍﻟﻌﺪﻝ ‏)، ﺃﻧﻘﺬﻭﻧﺎ ﻣﻦ ﻧﺎﺭ ﺍﻟﻌﻨﻮﺳﺔ ﻓﻨﺤﻦ ﺑﺸﺮ
ﻣﺜﻠﻜﻢ ﻧﺤﺲ ﻭﻧﺘﺄﻟﻢ، ﺍﺳﺘﺮﻭﻧﺎ ﺍﺭﺣﻤﻮﻧﺎ .

Ini seruan aku berikan kepada kaum laki-laki, aku katakan kepada kalian: berpoligamilah, menikahlah satu, dua, tiga dan empat, dengan syarat (ada kemampuan dan bersikap adil), selamatkanlah kami dari neraka pertua, kami adalah manusia, kami
merasakan, kami pilu, lindungilah kami, sayangilah kami

ﻭﻫﺬﻩ ﻛﻠﻤﺔ ﺃﻭﺟﻬﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺃﺧﺘﻲ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﺔ ﺍﻟﻤﺘﺰﻭﺟﺔ …

Ini seruan aku berikan kepada saudariku muslimah yang telah menikah.

ﺍﺣﻤﺪﻱ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻨﻌﻤﺔ ﻷﻧﻚ ﻟﻢ ﺗﺠﺮﺑﻲ ﻧﺎﺭ ﺍﻟﻌﻨﻮﺳﺔ ﻭﺃﺭﺟﻮ ﺃﻻ ﺗﻐﻀﺒﻲ ﺇﺫﺍ ﺃﺭﺍﺩ ﺯﻭﺟﻚ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ ﻣﻦ ﺃﺧﺮﻯ، ﻻ ﺗﻤﻨﻌﻴﻪ ﺑﻞ ﺷﺠﻌﻴﻪ ..

Sanjunglah Allah atas nikmat ini, karena ukhti belum pernah merasakan neraka pertua, aku
berharap janganlah ukhti marah jika suami ukhti ingin menikah lagi dengan wanita lain, janganlah anda halangi dia, akan tetapi doronglah ia .

ﺃﻧﺎ ﺃﻋﺮﻑ ﺃﻥ ﻫﺬﺍ ﺻﻌﺐ ﻋﻠﻴﻚ ﻭﻟﻜﻦ ﺍﺣﺘﺴﺒﻲ ﺍﻷﺟﺮ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻠﻪ، ﺍﻧﻈﺮﻱ ﺇﻟﻰ ﺣﺎﻝ ﺃﺧﺘﻚ ﺍﻟﻌﺎﻧﺲ ﻭﺍﻟﻤﻄﻠﻘﺔ ﻭﺍﻷﺭﻣﻠﺔ، ﻣﻦ ﻟﻬﻢ؟ ﺍﻋﺘﺒﺮﻳﻬﺎ ﺃﺧﺘﻚ ﻭﺳﻮﻑ ﺗﻨﺎﻟﻴﻦ ﺍﻷﺟﺮ ﺍﻟﻌﻈﻴﻢ ﺑﺼﺒﺮﻙ ..

Aku tahu, bahwa ini sulit bagimu, akan tetapi, harapkanlah pahala di sisi Allah, lihatlah kondisi saudarimu yang pertua, janda cerai, janda kematian suami, siapakah yang mendampingi mereka?
Anggaplah dia saudarimu, anda akan meraih anugerah yang besar disebabkan kesabaranmu .

ﺗﻘﻮﻟﻴﻦ ﻟﻲ ﻳﺄﺗﻲ ﺃﻋﺰﺏ ﻭﻳﺘﺰﻭﺟﻬﺎ ﺃﻗﻮﻝ ﻟﻚ ﺍﻧﻈﺮﻱ ﺇﻟﻰ ﺇﺣﺼﺎﺋﻴﺎﺕ ﺍﻟﺴﻜﺎﻥ، ﺇﻥ ﻋﺪﺩ ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ ﺃﻛﺜﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﺮﺟﺎﻝ ﺑﻜﺜﻴﺮ ﻭﻟﻮ ﺗﺰﻭﺝ ﻛﻞ ﺭﺟﻞ ﺑﻮﺍﺣﺪﺓ ﻷﺻﺒﺢ ﻣﻌﻈﻢ ﻧﺴﺎﺋﻨﺎ ﻋﻮﺍﻧﺲ، ﻻ ﺗﻔﻜﺮﻱ ﻓﻲ ﻧﻔﺴﻚ ﻓﻘﻂ ﺑﻞ ﻓﻜﺮﻱ ﻓﻴﻨﺎ

Mungkin ukhti mengatakan kepadaku, seorang pemuda akan datang, dan akan menikahinya. Maka aku mengatakan kepada ukhti: "lihatlah kepada sensus penduduk, sesungguhnya jumlah wanita jauh lebih banyak daripada laki-laki, jika setiap laki-laki menikahi seorang wanita saja, pastilah kebanyakan wanita akan menjadi perawan tua, janganlah ukhti memikirkan diri sendiri saja, akan tetapi pikirkanlah kami .

ﺃﻣﻮﺕ ﺣﺮﻗﺔ ﻋﻨﺪﻣﺎ ﺃﺭﻯ ﺯﻭﺟﺎ ﻣﻤﺴﻚ ﺑﻴﺪ ﺯﻭﺟﺘﻪ ، ﻭﺗﻬﻴﺞ ﻣﺸﺎﻋﺮﻱ ، ﻭﻟﻜﻦ ﺑﻼ ﻓﺎﺋﺪﺓ ؟؟؟؟

Aku mati kebakaran ketika melihat seorang suami yang menggenggam tangan istrinya, perasaanku
bergejolak, tapi tanpa manfaat ???

ﺃﺧﺘﻜﻢ / ﺍﻟﻌﺎﻧﺲ

Saudari kalian Perawan tua

ﻓﻮﺍﺋﺪ ﺗﻌﺪﺩ ﺍﻟﺰﻭﺟﺎﺕ ﻻ ﻳﺨﻔﻰ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺠﻤﻴﻊ ﻓﻮﺍﺋﺪ ﺗﻌﺪﺩ ﺍﻟﺰﻭﺟﺎﺕ ﻓﻬﻮ ﻣﻦ ﺃﻗﻮﻯ ﺩﻋﺎﺋﻢ ﺍﻟﻤﺤﺎﻓﻈﺔ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻌﻔﺔ،،،،،
ﻭﻭﺳﻴﻠﺔ ﻣﻦ ﺃﻋﻈﻢ ﻭﺳــﺎﺋﻞ ﺟﻠﺐ ﺍﻟﺨﻴـﺮ ﻭﺍﻟﺒﺮﻛﺔ ﻭﻛﺜﺮﺓ ﺍﻟﺮﺯﻕ ﻭﻫﺬﺍ ﻻ ﻳﺨﻔﻰ ﻋﻠﻰ ﺃﻫﻞ ﺍﻹﻳﻤﺎﻥ ﻭﺍﻟﻤﻌﺮﻓﺔ ..
ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﻟﻴﺲ ﻟﺪﻳﻚ ﺍﻟﺸﺠﺎﻋﺔ ﻟﻠﺘﻌﺪﺩ ﻓﻲ ﺍﻟﺰﻭﺟﺎﺕ .. ﻓﺎﺭﺳﻠﻬﺎ ﻟﻤﻦ ﺗﺮﻯ !

Manfaat poligami:
Semua orang tahu bahwa manfaat poligami adalah factor terkuat untuk menjaga dari dosa zina.
Merupakan salah satu sarana terbesar mendapatkan kebaikan, berkah, dan rezki yang
banyak.
Hal ini sudah diketahui oleh orang yang beriman dan berpengetahuan.
Jika kamu tidak memiliki keberanian untuk berpoligami, maka arahkanlah ia kepada siapa yang
anda anggap mampu


Surat Dari Seorang Perawan Tua Kepada Semua Laki-Laki

(Di Terjemahkan Oleh : Ust Muhammad Elvi Syam, Lc. MA ‏)

Sumber: Majalah Sakinah

Inilah Kaki Termahal


Karena Kaki lah,  Sehingga Juventus rela merogoh kocek 100 juta Euro atau sekitar 1,6 Triliun Rupiah Rupiah untuk mendatangkan CRonaldo7 ke Turin.

Karena Kaki lah,   Sehingga Zohri mendapat hadiah 100 juta, Renovasi Rumah & Tawaran pekerjaan tanpa tes serta Pujian yang tak henti-hentinya.

Karena Kaki lah, Sehingga Mbappe bisa membawa Prancis mengangkat Piala Dunia untuk ke-2 kalinya serta mendapat Gelar pemain muda terbaik Pildun 2018.

Karena Kaki jua lah, Sehingga Abdullah bin Mas'ud ditertawakan orang-orang karena memiliki kaki yang kecil, namun dibela oleh Rasulullah

والذي نفسي بيده، لهما أثقل في الميزان من أُحد

  "Demi Zat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sesungguhnya kedua kakinya ini lebih berat dari Gunung Uhud dalam timbangan amal." (HR. Ahmad)

Duhai, apa jadinya diri ini tanpa kaki?

Sungguh nikmat yang besar memiliki sepasang kaki yang sehat, kaki yang bisa berjalan & kaki yang bisa berlari. 

Namun pertanyaanya, kaki seperti apakah yang kita inginkan?

Kaki mahal model CR7 kah?

Atau kaki cepat seperti Zohri kah?

Atau kaki lincah layaknya seorang Mbappe?

Atukah seperti kaki  mulia Abdullah bin Mas'ud  yang mendapat pujian dari Rasulullah?

Sebelum menjawab, ingatlah selalu! bahwa kaki-kaki kitalah yang kelak akan menjadi saksi setiap langkah-langkah dalam kehidupan ini.

 وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

".... dan KAKI mereka akan memberi kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan." (QS. Yasin : 65)

Maka beruntunglah kaki-kaki yang langkah-langkahnya adalah kebaikan, kaki-kaki yang berjalan di jalan dakwah, kaki-kaki yang melangkah berhijrah, kaki-kaki yang berlari menuju ketaatan kepada-Nya dan kaki-kaki yang tak pernah lelah untuk berjalan menuntut ilmu.

Semoga dengannnya Allah mengizinkan kaki ini menginjakkan Surga-Nya.

Jangan lupa cuci kaki sebelum tidur!

Jumat, 13 Juli 2018

Belajar Dari Syeikh Ammar Bugis, Penakluk Kemustahilan


Sarjana Jurusan Jurnalistik alumnus King Abdul Aziz Universiti, Jeddah, itu tak hanya istimewa karena lulus dengan predikat cum laude. Ada kelebihan lain yang membuatnya mendapat penghargaan langsung dari Gubernur Makkah dan Wilayah Barat Amir Khalid bin Faishal. Ammar Haitsam Bugis, wisudawan itu, adalah seorang pemuda yang mengalami kelumpuhan total sejak bayi berusia dua bulan.Ammar Bugis dilahirkan di Amerika Serikat tanggal 22 Oktober 1986 dalam keadaan normal, ketika berusia dua bulan mengalami kelumpuhan total. Dokter yang menanganinya mengatakan bahwa umur Ammar tidak akan lebih dari dua tahun. Saat kecil, hanya kedua mata dan lidah Hitsam yang bisa bergerak. Ucapannya juga kurang jelas bila berbicara.

Adalah Syaikh Ammar Bugis, pria lumpuh berdarah Makassar. Nama Bugis diambil dari nama kakek buyutnya yang berasal dari Sulawesi, Syeikh Abdul Muthalib Bugis. Beliau hijrah dari Sulawesi ke Mekkah dan mengajar Tafsir di Masjidil Haram.

Untuk berjalan, ia harus didorong oleh pendampingnya dalam kereta bayi. Meski demikian, itu tidak menghalanginya untuk tetap terus menimba ilmu pengetahuan dan melawan segala rintangan dan tantangan. Waktu kecil ia sekolah di Amerika, sampai kelas tiga SD di sekolah umum bersama anak-anak yg normal fisiknya dan nilai raportnya istimewa.

Saat sekolah di Amerika, Ammar mendapatkan perlakuan yang baik dari pihak sekolah. Karena kondisi fisiknya yang cacat dan kesehatannya yang sering terganggu, Ammar sering tidak masuk sekolah. Pihak sekolah memakluminya dan mengutus guru wali kelas ke rumah Ammar untuk mengajar Ammar pelajaran yang tertinggal. Selain itu pihak Sekolah juga menemui ayah Ammar yg sedang mengambil program Doktor di Amerika, memberikan masukan kepada Ayah Ammar jangan sampai memberhentikan atau melarang Ammar berangkat ke Sekolah.

Hal lain lagi yang menarik, dalam pelajaran olah raga Ammar tidak bisa mengikuti olah raga bersama teman-temannya, pihak sekolah menyiapkan alat-alat fisioterapi di sekolahnya untuk Ammar berolah Raga sekaligus sebagai bentuk pengobatan dan dipandu oleh seorang ahli fisioterapi.

Selama Ammar belajar di Sekolah ada seorang pemandu khusus untuk menemani Ammar yang disediakan oleh pihak Sekolah selama di sekolah. Ketika Ayahnya selesai dari studi S3 nya dan pulang ke Jeddah – Saudi Arabia, keluarganya tidak mendapatkan sekolah yg mau menerimanya dg alasan ia anak lumpuh yg tidak normal, sekolah tidak mampu untuk memberikan perhatian khusus kepadanya.

Ammar disarankan untuk belajar di Sekolah Luar Biasa. Ammar tetap ingin belajar di sekolah umum dengan anak-anak yang normal. Dari kecil Ammar merasa saya tidak ada bedanya dengan anak-anak yang normal, saya yakin bahwa saya mampu melakukan apa-apa yang mereka lakukan seperti belajar di sekolah yang formal. Ammar tidak ingin dikasihani orang lain.

Akhirnya kakek Ammar dapat meyakinkan salah satu kepala sekolah dan diperbolehkan belajar di rumah (Home Schooling) dan saat tes datang ke sekolah mengikuti ujian. Alhamdulillah Ammar berhasil sampai lulus SMA dengan nilai raport rata-rata 96 dari nilai 100. Cara Ammar belajar, cukup pendamping Ammar dari pihak keluarga menyiapkan buku pelajaran dan diletakkan di samping Ammar sambil berbaring ia membaca sendiri buku pelajaran, jika sudah selesai dua halaman maka pendamping Ammar membalikkan lembaran kertas di buku ke halaman berikutnya, begitu sampai selesai Ammar membaca buku.

Allah berikan kekuatan Hafalan yang luar biasa, Masya Allah. Ammar melanjutkan kuliah di King Abdul Aziz Universiti di Jeddah jurusan Jurnalistik. Ammar minat dengan dunia jurnalistik dan ingin membuktikan bahwa orang yang cacat secara fisik, orang yang berkebutuhan khusus mampu untuk sukses di berbagai bidang. Meskipun diawal mula kuliah mendapatkan tantangan dari sebagian dosen yang menganggap akan merepotkan civitas akademika. Ia tetap berjuang dan sabar menghadapi segala sikap yang tidak mengenakkan dan menyakitinya.

Pernah suatu saat ketika Ammar menuju kelas di kampus, dosen yang akan mengajar di kelas juga berjalan menuju Aula, ketika melihat Ammar, dosen itu menyegerakan langkah kakinya mendahului Ammar masuk kelas dan segera mengunci pintu kelas. Pendamping Ammar segera mengetuk pintu kelas tapi dosen tersebut tidak membukakan pintu.

Meski banyak tantangan, akhirnya Ammar berhasil mendapatkan nilai IP 4,84 dari maksimal angka 5. Dan berhasil sampai lulus dengan nilai istimewa juga mendapat rangking pertama. Pada usia 13 tahun, Ammar sudah hafal Al Quran 30 juz, yang ia hafal dalam dua tahun. Cita-cita jadi wartawan pun terwujud saat ia diterima sebagai jurnalis di harian "Al Madinah" di Jeddah selama lima tahun.

Kini Ammar juga jadi jurnalis di Harian Ukadz, Riyadh. Ia meliput berita Sepak Bola dan menulis di kolom Kemasyarakatan. Suatu hari, Seorang Putera Mahkota Dubai bernama Hamdan bin Muhammad bin Rasyid Al Maktum dijuluki Fazza', sempat melihat film Ammar di You Tube. Setelah itu, ia mengundang Ammar ke Dubai. Ammar ditanya apa keinginannya. Ammar ingin menjadi dosen dan ingin melanjutkan S2. Putera Mahkota memenuhi keinginan Ammar untuk menjadi dosen dan memberikan bea siswa untuk Ammar melanjutkan S2 nya di Dubai.

"Ketika saya melihat tayangan film tentang anda, saya merasa rendah dan belum berbuat sesuatu amal pun. Wahai Ammar selama saya masih diberi Allah umur panjang maka saya akan terus mendukungmu sampai salah satu dari kita berdua menemui ajalnya", kata pangeran Dubai itu haru. Kisah hebat Ammar Bugis juga telah dibukukan dalam judul "Qohir Al Mustahil" (Penakluk Kemustahilan). Buku yang inspiratif dari kisah nyata Ammar Bugis sang penakluk kemustahilan.

Mengawalai nasihatnya dihadapan para dosen dan mahasiswa LIPIA Jakarta, Syaikh Ammar mengomentari sebuah pepatah yang mengatakan bahwa akal yang selamat hanyalah terdapat pada badan yang sehat, menuurutnya hal ini kurang tepat. "Selama ini kita mendengar pepatah bahwa akal yang selamat itu terdapat pada badan yang sehat, padahal semestinya adalah akal yang selamat hanyalah terdapat pada hati yang sehat,"kata Ammar mengawali nasihatnya. Hal ini, kata Ammar, terdapat didalam hadits "Jika sepotong daging itu baik, maka baiklah seluruhnya. Ketahuilah bahwa ia adalah hati. Saat beliau menceritakan kesabaran dan ketelatenan ibunya dalam mengurus dan menjaganya sehingga ia saat ini menjadi seorang hafidz Al Quran, para mahasiswa yang hadir menangis tersedu-sedu, bahkan ada beberapa dosen yang bertakbir keras sambil menangis menjerit. Beliaupun menyayangkan banyak kaum muslimin yang memiliki fisik sempurna tapi hatinya tidak sesempurna fisiknya."Banyak diantara kita yang memiliki fisik sempurna, tapi hatinya tidak sesuai dengan fisiknya, "katanya. Beliaupun menyarankan kepada para Mahasiswa agar giat menghafal Al Quran dan jangan mudah putus asa. "Hafalkan Al Quran, lakukan dengan ayat-ayat yang pendek terlebih dahulu, sayapun dulu melakukannya demikian, sampai waktu itu saya bisa menghafal satu juz dalam sehari," ujarnya. Setelah kurang lebih satu jam, ceramah di tutup, tiba-tiba seorang dosen dan  pakar Ushul Fiqih asal mesir, DR. Azazi menemuinya dan mencium keningnya. Ahmad Aris, seorang mahasiswa Fakultas Syari'ah yang mendengarkan ceramah beliau, menangis terharu dan merasa termotivasi oleh nasihat Syaikh Ammar.

Kamis, 12 Juli 2018

JIKA LELAH, JIKA JEMU...


JIKA LELAH, JIKA JEMU...

Sejumlah manusia berkumpul di sana.
Bermajlis entah membahas apa.
Yang pasti bukan hal yang penting
untuk kisah akhirat mereka.
Tapi mereka melakukannya
di sudut rumah Allah.

Al-Hasan al-Bashri terpapar majlis itu.
Sang alim bestari itu bertutur:
"Sesungguhnya mereka itu telah jemu beribadah,
dan mereka temukan: 
berbicara lebih menyenangkan bagi mereka.
Wara' mereka telah terkikis,
hingga (orang lain pun) mereka bicarakan."

*** 

Pada detak waktu yang lain,
Al-Auza'i berpesan untukmu:
"Sesungguhnya sang mukmin itu:
sedikit bicara, banyak beramal.
Namun sang munafik itu:
banyak bicara, amalnya sedikit."

(Siyar A'lam al-Nubala' 7/125)

*** 

Maka kita pun kembali belajar:
Belajar mewaspadai diri sendiri,
yang meski telah tekun bersimpuh di majlis ilmu,
yang telah pandai nian bersilat dalil,
yang hebat sungguh menyingkap silap saudara seiman,
yang tanpa sadar menapuk dada bak ahli surga,
mungkin itu semua senarai pertanda bahwa:
sebenarnya kita malas menapak jejak-jejak penghambaan.
Sebenarnya jiwa kita sudah jemu menghamba padaNya:
menghambakan hati dan jiwa,
menghambakan lisan dan pitutur kita,
menghambakan serangka jasad ini padaNya...

Belajarlah kita mewaspadai diri:
Melupakan berjuta silap dan cela di diri,
Tapi tak jemu melahap daging saudara sendiri
dalam majlis-majlis ghibah teratasnamakan Sunnah!

Belajarlah kita mewaspadai diri:
Saat tangan ini tak terkekang rasa takut,
merangkai kata demi kata penuh fitnah,
membagikannya di majlis-majlis maya (selagi-lagi) atas nama Sunnah!

Belajarlah kita mewaspadai diri, Kawan:
Mungkin semua itu terasa lezat di hati,
karena diri ini telah mewujud nifaq di relung-relungnya!
Jika hatimu bahagia untuk ketergelinciran saudara seiman,
mungkin memang engkau seorang munafiq...

Belajarlah kita mewaspadai diri, Kawan...
Karena kita akan berdiri tegak sendiri
di pengadilan Sang Mahatinggi
yang akan membalas setitik kecil zhalim kejimu
pada saudara mukmin 
yang kehormatannya kau renggut penuh bahagia
di majlis-majlismu, majlis dunia yang fana...

Akhukum,
Muhammad Ihsan Zainuddin

Silahkan berkunjung ke Telegram:

Rabu, 11 Juli 2018

SAYA BUKAN LULUSAN SEKOLAH NEGERI FAVORIT!


SAYA BUKAN LULUSAN SEKOLAH NEGERI FAVORIT!
Oleh Fahd Pahdepie*
Konon, dunia milik mereka yang yang membuat tangganya sendiri, bukan untuk mereka yang mendaki tangga-tangga yang disediakan orang lain.
Di linimasa, belakangan ini saya banyak melihat para orangtua dan sebagian siswa yang memprotes sistem zonasi sekolah negeri yang ditetapkan pemerintah melalui Permendikbud nomor 14 tahun 2018. Banyak di antara mereka keberatan dengan kebijakan ini karena 'terlempar' dari daftar peserta didik yang diterima masuk di sekolah unggulan—padahal nilai hasil ujian mereka tinggi-tinggi. Terkalahkan oleh anak-anak yang rumahnya lebih dekat dengan sekolah.
Melalui kebijakan ini, saya kira pemerintah ingin memastikan beberapa hal: Pemerataan akses layanan pendidikan, mendekatkan lingkungan sekolah dengan lingkungan keluarga, menghilangkan eksklusivitas dan diskriminasi di sekolah negeri, hingga mendorong peningkatan kualitas pendidik dan distribusinya secara proporsional ke setiap wilayah. Kebijakan yang sebenarnya mulia, tentu saja. Namun, tak bisa diterima dengan mudah—terutama bagi para orangtua yang memimpikan anak-anaknya bisa bersekolah di sekolah negeri favorit. Seakan bersekolah di sana adalah jaminan masa depan anak-anaknya.
Benarkah demikian? Benarkah bersekolah di SMP atau SMA unggulan adalah jaminan untuk mendapatkan masa depan gemilang? Benarkah hanya dengan bersekolah di sekolah menengah negeri unggulan, anak-anak akan dapat tiket mudah ke perguruan tinggi unggulan—dengan jaminan karir yang mentereng di masa depan?
Bagi saya, ini persepsi yang keliru. Sepanjang pengalaman saya, pada akhirnya bukan 'dari sekolah mana kita lulus' atau 'di perguruan tinggi mana kita belajar'… di dunia kerja dan dunia profesional saat ini, histori pendidikan bukan lagi faktor utama yang menentukan kesuksesan seseorang. Kualitas sumber daya manusia saat ini tidak hanya ditentukan dengan angka-angka di rapor akademik, tetapi mencakup kapasitas individual yang meliputi berbagai aspek termasuk kecerdasan emosi. Bisakah kita mendidik dan memastikan pendidikan anak-anak kita mencakup segala aspek individualnya sebagai manusia?
Saya ingin bercerita pengalaman saya sendiri. Setelah lulus dari SD dengan NEM (Nilai Ebtanas Murni) rata-rata sembilan, sebenarnya saya bisa dengan mudah mendaftar dan diterima di SMP favorit manapun. Ditambah prestasi saya sebagai juara pertama lomba murid teladan tingkat kota pada saat itu, saya bisa memilih dengan mudah SMP negeri yang saya maui.
Namun, orangtua saya tak mendaftarkan saya ke SMP favorit yang disebut-sebut hampir semua teman dan guru-guru saya waktu itu. Orangtua saya memutuskan untuk menyekolahkan saya ke pesantren. Tetangga saya terheran-heran dan bertanya pada ibu saya, "Anaknya pinter kok malah dikirim ke pesantren? Sayang banget, padahal bisa ke SMP favorit. Emangnya senakal itu, ya?" Waktu itu, citra pesantren, semoderen apapun, masih dianggap sebagai tempat 'rehabilitasi' bagi anak-anak yang nakal.
Singkat cerita, sejak saat itu saya tak pernah sekalipun berurusan dengan 'sekolah negeri favorit'. Hingga lulus Madrasah Aliyah, saya 'merdeka' sebagai santri di pesantren Muhammadiyah. Selepas lulus pesantren, hantu 'favoritisme' menghampiri saya lagi. Selalu masuk ranking lima besar selama di pesantren, memenangkan berbagai kejuaraan di dalam dan luar negeri, terutama dalam bidang menulis dan debat Bahasa Inggris, guru-guru saya mulai mendorong saya untuk ikut SPMB agar saya bisa diterima di perguruan tinggi negeri favorit(!). Bahkan, konon saya bisa ikut jalur PMDK.
Namun, entah mengapa seolah ada rasa 'tidak nyaman' dalam diri saya ketika pilihan untuk hidup saya harus ditentukan berdasarkan pendapat orang kebanyakan. Waktu itu, sebagai remaja, saya teracuni pemikiran-pemikiran kritis Ivan Illich, Paulo Freire, dan lainnya tentang 'masyarakat tanpa sekolah' (deschooling society). Kaetika itu saya mengamini Roem Topatimasang yang membuat maklumat serius: Sekolah itu candu! Di masa-masa akhir SMA, saya bahkan menulis sebuah buku catatan kritis tentang sekolah, saya beri judul buku itu 'Revolusi Sekolah', diterbitkan DAR!Mizan tahun 2005. Buku yang membuat saya hampir di-DO dari sekolah.
Saya begitu menghayati buku itu—termasuk perjalanan menuliskannya. Bahkan saya sempat berpikir untuk tak usah sekolah saja, sebelum ayah saya memberi penjelasan panjang tentang 'keistimewaan sosial' (social privilege) yang bisa diperoleh mereka yang bersekolah. Sayang, saat saya sadar bahwa sekolah itu penting karena akan memberikan saya jaringan, pertemanan, dan lingkungan sosial tertentu yang akan penting di masa depan, pendaftaran SPMB dan segala turunannya terlanjur berakhir.
Beruntung, seorang guru saya di pesantren diam-diam mendaftarkan saya ke Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Akhirnya saya berkuliah di sana dan sampai hari ini tetap menjaga rekor tak pernah berurusan dengan sekolah negeri manapun. Bahkan ketika saya mendapatkan beasiswa khusus dari pemerintah Australia, saat saya diberi kebebasan boleh memilih kampus manapun yang saya mau di sana. Pilihan saya tetap jatuh ke universitas swasta. Salah satu universitas swasta terbaik di Australia, Monash University namanya.
Apakah saya adalah anak yang gagal karena tidak bersekolah di sekolah favorit? Tidak juga. Saya tidak merasa saya gagal. Sejak sekolah saya bahkan selalu punya semacam obsesi untuk mengalahkan mereka yang konon berasal dari 'sekolah negeri favorit' atau 'perguruan tinggi negeri unggulan'. Saya kira sekarang kita hidup di era persaingan bebas di mana siapa saja dari mana saja bisa berkompetisi mendaki puncak-puncak kesuksesan—mercusuar-mercusuar kebanggaan dunia.
Pernah suatu kali saya mengikuti lomba cerdas cermat tingkat provinsi. Saya mewakili pesantren saya yang berada di kaki gunung. Lawan saya waktu itu SMA-SMA favorit yang namanya mentereng, sekolah-sekolah negeri unggulan bertaraf internasional. Apakah nyali saya dan teman-teman ciut? Rasanya tidak. Bahkan kami mengalahkan mereka secara telak dan pulang dengan piala juara pertama. Rasanya ada kebanggaan luar biasa yang hadir dalam diri saya waktu itu. Pada banyak lomba yang lain, di level regional bahkan nasional, persaingan saya kira bukan hanya milik sekolah-sekolah negeri unggulan belaka. Saya sering pulang membawa piala dari banyak perlombaan, meski dari pesantren—bukan dari sekolah favorit.
Setelah saya dewasa, saya menghadiri banyak konferensi dan forum tingkat dunia. Baik sebagai peserta maupun pembicara. Di sana, jarang sekali kita ditanya dulu sekolah di mana? Kita dihargai dan didengarkan orang karena pemikiran yang kita miliki—karena kualitas individu yang kita punya. Bukan priviledge kolektif karena kita lulus dari lembaga pendidikan tertentu. Negeri atau swasta tak ada nilainya saat kita tuntas sebagai seorang manusia yang bertanggung jawab pada gagasannya sendiri.
Saya kira sistem zonasi yang ditetapkan pemerintah baik saja, tidak ada salahnya. Selama kebijakan ini ditunjang dengan komitmen pemerataan kualitas pendidikan di semua wilayah, serta peningkatan kapasitas pendidik disertai distribusinya yang baik. Dengan begitu, kelak tak akan ada lagi sekolah negeri yang favorit dan yang tidak, sebab kualitasnya akan merata di semua zona—di semua wilayah. Sudah saatnya pelajar Indonesia tidak fokus tentang di mana mereka sekolah, tetapi apa yang mereka kerjakan semasa sekolah.
Sekarang, untuk Anda yang anak-anaknya tidak lulus ke sekolah negeri, juga untuk kalian yang kecewa karena tidak diterima di sekolah yang kalian anggap 'bagus' karena jauh dari tempat tinggal kalian, tak usah khawatir. Bersekolahlah sungguh-sungguh, belajarlah yang tekun. Jangan merasa sia-sia nilai kalian bagus tetapi tak bersekolah di tempat yang bagus yang kalian cita-citakan… Jika kalian memang luar biasa, di manapun kalian berada dunia akan tetap bisa melihatnya! Tunjukkan. Buktikan.
Sekarang, percayalah, dunia bukan untuk mereka yang mendaki tangga-tangga yang disediakan orang lain, tetapi milik mereka yang yang membuat tangganya sendiri. Rancanglah tangga kalian sendiri. Daki kesuksesan kalian sendiri. Di manapun. Dari manapun.
Saya bukan lulusan sekolah negeri favorit. Dunia tetap baik-baik saja. Dan saya tetap bisa menjadi yang istimewa.
FAHD PAHDEPIE
Penulis best-seller, entrepreneur, peraih Outstanding Young Alumni Awards dari pemerintah Australia, 2017.

Selasa, 10 Juli 2018

Tuduhan Kesesatan Wahdah Islamiyah Ternyata Salah Copot Fatwa Syaikh Bin Baz


Para ustadz-ustadz "salafy" berusaha dilejitimasi, dan dianggap paling pantas dilakukan. Bahkan oleh Ust. Lukman Ba'abduh yang banyak dipuji oleh al-akh Sofyan berusaha dibenarkan dengan hanya mencomot fatwa Syaikh bin Baz –rahimahullah-: "Namun jika sikap lemah lembut tersebut tidak bermanfaat, dan orang yang berbuat kezaliman, atau kekufuran dan kefasikan terus melanjutkan perbuatan tersebut serta tidak memperdulikan teguran dan nasehat, maka sikap yang wajib adalah menyikapi orang tersebut dengan keras serta memberikan hukuman yang pantas baginya dalam bentuk penegakkan had (baca: hukuman), ta'zir atau ancaman serta celaan sampai dia mau berhenti dari perbuatannya tersebut atau meninggalkan kebatilannya.[5]
Padahal tidak demikian yang dimaksudkan oleh Fadhilatus Syaikh bin Baz. Sikap keras dan kasar menurut beliau, harus diletakkan pada tempatnya, yaitu ketika tidak bermanfaat lagi sikap lembut dan nasehat yang baik. Sebab sebelumnya beliau –rahimahullah- mengatakan: "Tetapi bersama dengan itu, syari'at Islam tidak mengabaikan sisi kasar dan keras pada tempatnya, yaitu ketika tidak bermanfaat lagi sikap lembut serta bantahannya dengan cara baik….". Maka jelaslah di sini, bahwa Syaikh bin Baz menekankan dan mengedepankan sikap lembut dalam berdakwah. Bukan dengan kata-kata kasar, tidak beretika sebagaimana dilakukan oleh ustadz-ustadz "salafy".
Sikap keras dan tegas itu baru dilakukan setelah melalui proses tertentu dan ditujukan pada orang tertentu pula, yakni mereka yang selalu berbuat kezaliman, kekufuran dan kefasikan. Sama sekali bukan diarahkan pada para ulama yang menentang kezaliman, kekufuran dan kefasikan.[6]
Dan dari perkataan beliau –rahimahullah- di atas pula, tersirat bahwa nasehat (keras dan kasar jika sikap lemah lembut tidak lagi bermanfaat) itu diarahkan kepada orang yang masih hidup dan bukan yang telah meninggal.
Olehnya bandingkan antara fatwa di atas dengan sikap kelompok "salafy" yang terus menggeber dan membongkar aib-aib (menurut versi mereka) para ulama dan pejuang Islam yang telah lama menemui Rabb-nya. Pertanyaannya, apakah Syaikh bin Baz –rahimahullah- sebagai sang empunya fatwa mengaplikasikan fatwa beliau tersebut seperti yang dilakukan oleh ustadz-ustadz "salafy" yang hanya asal mencomot fatwa dari beliau?? Kalla.!! (sama sekali tidak.!!)…semestinya tatkala mereka ingin memahami fatwa tersebut, juga harus melihat secara langsung bagaimana aplikasinya berupa sikap dan perbuatan selama hayat beliau terhadap orang lain yang menyelisihi beliau atau terjatuh dalam kesalahan.
Perhatikan ucapan tulus yang terlontar dari Syaikh Dr. Yusuf al-Qardhawi saat menghaturkan belasungkawa yang mendalam atas kepergian sang imam: "Sungguh ulama ummat yang paling saya cintai dimana saya enggan menyelisihinya dalam berpendapat adalah Syaikh bin Baz….". (Fi Wada' al-A'lam, hal. 62-63).
Bahkan kalau mau jujur, bahwa diantara sikap keras dan "kasar" yang pernah dipraktekkan oleh Syaikh bin Baz dalam hal memberi nasehat adalah kala beliau menegur para pendahulu ustadz-ustadz "salafy" sekitar tahun 90-an.
Saat itu beliau mengeluarkan keterangan resmi yang mengingkari dan mencela tindak-tanduk para pendahulu mereka. Begitu teguran "keras" dari Syaikh terbit, mereka lantas bersegera menghadap Syaikh meminta maaf dan memohon rekomendasi dari beliau. Dan sekali lagi, lantaran sikap lemah lembut dan arif serta tasamuh beliau, maka Syaikh pun memberi mereka tazkiyah dan juga kepada Syaikh-Syaikh lainnya yang bukan dari kelompok "salafy" tersebut. Diantara yang dikatakan Syaikh bin Baz tentang kelompok "salafy" pendahulu Sofyan Khalid dalam keterangan resmi beliau adalah sebagai berikut:
– Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam telah menyifati Khawarij sebagai ahli bid'ah. Mereka disifati dan dinamai dengan nama mereka. Hadits tentang mereka mutawatir datang dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang menjelaskan keadaan dan karakter mereka, dimana beliau bersabda: "Mereka memerangi orang Islam dan membiarkan para penyembah berhala".[7]
– Kemudian, diantara karakter Khawarij –tetapi kami tidak mengatakan mereka sebagai Khawarij- adalah kesukaan mereka yang dengan sengaja mengambil ayat-ayat yang turun untuk orang kafir dan meletakkannya atas orang Islam, sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Abbas, Abu Said al-Khudri, dan lainnya –radhiallahu anhum-.[8]
– Cara yang mereka lakukan menyalahi perintah Allah dan Rasul-Nya dari dua segi. Pertama, ini adalah tindakan sabotase terhadap hak-hak manusia di kalangan kaum muslimin. Bahkan lebih khusus lagi, yang diserang adalah para penuntut ilmu dan da'i yang telah mempersembahkan segala kemampuannya untuk berdakwah dan mengajar manusia untuk memahami aqidah dan manhaj yang benar. Para da'i ini juga telah bersungguh-sungguh dalam memberikan pengajian, pengajaran, dan menulis buku-buku yang bermanfaat. Kedua, ini adalah pemecah-belah kesatuan kaum muslimin dan menyobek-nyobek barisan mereka. Padahal, seharusnya mereka bersatu dan menjauhi sikap perpecahan dan saling menggunjing satu sama lain. Bayangkan, mereka mencuplik rekaman kaset ceramah seorang Syaikh, lalu juga mencuplik rekaman Syaikh lain yang membantah. Syaikh ini berkata begini dan Syaikh satunya lagi membantah. Bukankah ini adalah perpecahan?? Jadi, apa maksud semua ini? [9]
Berikut ini kami akan paparkan fatwa-fatwa ulama mu'tabar berkaitan dengan masalah ini.
Fatwa dan Nasehat berharga Syaikh bin Baz –rahimahullah- tentang adab mengkritik dan mengoreksi di kalangan para da'i Ahlu Sunnah
"Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, dan semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wasallam, yaitu Nabi yang terpercaya, juga bagi keluarga dan para sahabatnya serta orang yang mengikuti sunnahnya hingga hari kiamat. Amma ba'd.
Sesungguhnya Allah Ta'ala memerintahkan untuk berbuat adil dan kebaikan serta melarang kezaliman, melanggar hak orang lain dan permusuhan. Allah telah mengutus Nabi-Nya Muhammad shallallahu alaihi wasallam untuk menegakkan keadilan dan melarang beliau mengerjakan lawan dari keadilan berupa peribadatan kepada selain Allah, perpecahan, perceraiberaian dan pelanggaran hak-hak para hamba.
Di masa ini telah tersebar banyak orang yang dikenal dengan ilmu dan dakwah kepada kebaikan terjatuh dalam pencelaan terhadap harkat dan kehormatan banyak saudara-saudara mereka –yaitu para da'i yang sudah dikenal-. Mereka juga mencela kehormatan para penuntut ilmu, para du'at dan para khatib. Mereka melakukan demikian secara sembunyi-sembunyi di majelis-majelis mereka. Dan terkadang merekam pembicaraan tersebut dalam kaset-kaset yang disebarkan di tengah-tengah masyarakat. Terkadang pula mereka melakukannya secara terang-terangan pada pengajian-pengajian umum di masjid-masjid. Metode yang mereka tempuh ini menyelisihi perintah Allah dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dari banyak segi:
Pertama, metode ini merupakan pelanggaran hak-hak kaum muslimin, bahkan pelanggaran terhadap hak-hak orang-orang khusus yaitu para penuntut ilmu dan da'i yang telah mengorbankan usaha mereka dalam rangka memberi nasehat kepada masyarakat, membimbing mereka, dan meluruskan aqidah dan manhaj mereka. Mereka telah bersusah payah untuk mengatur pelajaran-pelajaran dan pengajian-pengajian serta menulis buku-buku yang bermanfaat.[10]
Kedua, metode ini memecahkan persatuan kaum muslimin dan merobek barisan mereka.[11] Padahal kaum muslimin sangat membutuhkan persatuan dan menjauhi perceraiberaian dan perpecahan. Demikian pula begitu banyak isu-isu yang tersebar diantara mereka. Terlebih lagi, para da'i yang dicela termasuk kalangan Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang dikenal memerangi bid'ah dan khurafat, menghadang orang-orang yang menyeru kepada bid'ah dan khurafat, serta mengungkap dan membongkar rencana-rencana jahat serta makar mereka. Kami memandang adanya mashlahat dari perbuatan seperti ini, jika diarahkan bagi musuh-musuh Islam dari kalangan orang-orang kafir, munafik, atau dari kalangan ahli bid'ah, dan kesesatan lain yang senantiasa menunggu-nunggu kesempatan.[12]
Ketiga, perbuatan seperti ini membantu orang-orang yang memiliki tujuan-tujuan buruk dari kalangan sekuler, para pengekor barat, kalangan atheis dan selainnya yang terkenal senang mencela para da'i dan berdusta tentang mereka, serta suka memprovokasi untuk melawan para da'i, sebagaimana tercantum dalam berbagai buku dan rekaman mereka. Bukanlah termasuk hak persaudaraan islamiyah sikap mereka yang terlalu terburu-buru –dalam mencela para da'i-. Hal ini membantu para musuh untuk menyerang saudara-saudara mereka dari kalangan para penuntut ilmu, da'i dan selainnya.[13]
Keempat, perbuatan ini menyebabkan rusaknya hati masyarakat umum, juga orang-orang khusus (para da'i dan semisalnya) sekaligus menyebabkan tersebarnya kedustaan-kedustaan dan kabar-kabar yang tidak benar. Demikian pula ia menyebabkan banyaknya perbuatan ghibah dan namimah (adu domba) sekaligus membuka pintu-pintu keburukan selebar-lebarnya, karena lemahnya jiwa yang senang menyebarkan syubhat-syubhat serta mengobarkan fitnah sekaligus giat dalam mengganggu kaum mukminin tanpa sebab yang mereka perbuat.[14]
Kelima, kebanyakan perkataan yang dilontarkan sama sekali tidak benar, namun hanya merupakan persangkaan-persangkaan keliru yang dihiasi oleh setan kepada para pengucapnya. Setan memperdaya mereka dengan hal ini, Allah Ta'ala berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain". (Qs. Al-Hujuraat : 12). Seorang mukmin hendaknya membawa perkataan saudaranya sesama muslim kepada makna yang paling baik. Sebagian salaf berkata: "Janganlah sekali-kali engkau menyangka dengan persangkaan buruk terhadap sebuah kalimat yang keluar dari lisan saudaramu, padahal kalimat tersebut masih bisa engkau arahkan pada (makna) yang baik".[15]
Keenam, segala yang lahir dari hasil ijtihad sebagian ulama dan para penuntut ilmu dalam perkara-perkara yang masih diperbolehkan ijtihad di dalamnya, maka pelakunya tidak mendapat hukuman dan tidak pula dicela, apabila ia memang layak untuk berijtihad.[16] Kalau ada orang lain yang menyelisihinya maka yang paling layak untuk dilakukan adalah berdiskusi dengan cara yang baik dalam rangka mencapai kebenaran dengan menempuh jalan terdekat. Hal ini untuk menolak was-was setan dan metode adu dombanya diantara kaum mukminin. Jika hal ini tidak terlaksana dan seseorang memandang wajib menjelaskan penyimpangan, maka hendaknya: (1). Penjelasan tersebut menggunakan ibarat yang paling baik dan yang paling halus.[17] (2). Tanpa sikap menyerang, melukai atau berlebih-lebihan dalam perkataan yang terkadang menyebabkan tertolaknya kebenaran dan berpaling dari kebenaran.[18] (3). Tanpa menyebut (nama) pelakunya,[19] (4). Atau menuduh mereka memiliki niat (buruk), atau menambah pembicaraan tanpa adanya alasan yang membenarkan hal itu. Nabi shallallahu alaihi wasallam sendiri bersabda dalam perkara seperti ini: "Mengapa suatu kaum mengucapkan ini dan itu…".
Nasehatku kepada saudara-saudaraku yang melakukan ghibah terhadap para da'i dan mencederai kehormatan mereka, agar bertaubat kepada Allah dari perkara-perkara yang telah ditulis oleh tangan-tangan mereka, atau yang dilafazkan oleh lisan mereka yang menyebabkan rusaknya hati sebagian para pemuda, memenuhi hati mereka dengan hasad dan dengki, serta menyibukkan mereka hingga tidak menuntut ilmu yang bermanfaat. Hendaknya mereka bertaubat dari model dakwah mereka yang dipenuhi oleh qila wa qaala (katanya…katanya…), bertaubat dari nukilan perkataan dari fulan dan fulan, mencari-cari perkara yang dianggap merupakan kesalahan orang lain dan berusaha menjerat kesalahan-kesalahan tersebut.
Sebagaimana juga saya menasehati mereka untuk menyebut (mencabut) kesalahan-kesalahan mereka dengan cara menulis atau selainnya yang menunjukkan bahwa mereka berlepas diri dari perbuatan-perbuatan seperti itu, sekaligus menghilangkan apa yang telah tertancap dalam otak orang-orang yang mendengarkan perkataan mereka. Hendaknya mereka bergerak menuju amalan-amalan yang membuahkan hasil yang baik, mendekatkan mereka kepada Allah dan bermanfaat bagi para hamba.
Hendaknya mereka menjauhi sikap tergesa-gesa dalam mengkafirkan atau memfasiq-kan atau mem-bid'ahkan orang lain tanpa penjelasan dan dalil.[20] Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang berkata pada saudara (muslim)nya: "Wahai Kafir", maka ucapan itu akan kembali kepada salah satu dari keduanya", (Muttafaq Alaihi).
Merupakan perkara yang disyari'atkan bagi para penyeru kebenaran dan penuntut ilmu, apabila mereka tidak memahami perkataan ahli ilmu dan selainnya, maka hendaknya mereka merujuk kepada para ulama yang mu'tabar, bertanya kepada mereka agar menjelaskan perkara yang sebenarnya dengan jelas, sehingga mereka mengetahui hakikat perkaranya yang benar, juga untuk menghilangkan keraguan dan syubhat yang terdapat dalam diri-diri mereka, sebagaimana tercermin dalam firman Allah: "Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkan-nya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri di antara mereka, tentunya orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil amri). Kalau tidak karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja (diantaramu)". (QS. An-Nisaa : 83).
Kepada Allah-lah kita memohon agar memperbaiki keadaan seluruh kaum muslimin dan menyatukan hati serta amalan mereka di atas ketakwaan. Semoga Allah memberi taufiq kepada seluruh ulama kaum muslimin, juga seluruh penyeru kebenaran untuk melakukan perkara yang diridhai oleh Allah dan bermanfaat bagi hamba-hamba-Nya. Semoga Allah menyatukan kalimat mereka di atas petunjuk dan menjauhkan mereka dari sebab-sebab perpecahan dan perselisihan. 

Rasakan Kenikmatannya, Tapi Harus Siap Bertanggung Jawab



Segala nikmat yang diberikan pada hamba akan ditanyakan, apakah benar kita telah mensyukurinya, atau malah kita jadi orang yang tertipu hingga jadinya kufur nikmat. Betapa banyak orang yang diberi nikmat oleh Allah, namun sayangnya nikmat tersebut disalurkan untuk kemaksiatan.

Allah Ta'ala berfirman,

ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ

"Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu)"  (QS. At Takatsur: 8).

Syaikh As Sa'di rahimahullah menerangkan,

Nikmat yang telah kalian peroleh di dunia, apakah benar kalian telah mensyukurinya, disalurkan untuk melakukan hak Allah dan tidak disalurkan untuk perbuatan maksiat? Jika kalian benar-benar bersyukur, maka kalian kelak akan mendapatkan nikmat yang lebih mulia dan lebih afdhol.

Atau kalian malah tertipu dengan nikmat tersebut? Malah kalian tidak mensyukurinya? Bahkan sungguh celaka, kalian malah memanfaatkan nikmat tersebut dalam kemaksiatan. Allah Ta'ala berfirman,

وَيَوْمَ يُعْرَضُ الَّذِينَ كَفَرُوا عَلَى النَّارِ أَذْهَبْتُمْ طَيِّبَاتِكُمْ فِي حَيَاتِكُمُ الدُّنْيَا وَاسْتَمْتَعْتُمْ بِهَا فَالْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ

"Dan (ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (kepada mereka dikatakan): "Kamu telah menghabiskan rezkimu yang baik dalam kehidupan duniawimu (saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya; maka pada hari ini kamu dibalasi dengan azab yang menghinakan" (QS. Al Ahqaf: 20). Demikian diterangkan dalam Taisir Al Karimir Rahman, hal. 933.

Di antara nikmat yang akan ditanyakan pada hamba di hari kiamat nanti adalah nikmat sehat. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ أَوَّلَ مَا يُسْأَلُ عَنْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَعْنِى الْعَبْدَ مِنَ النَّعِيمِ أَنْ يُقَالَ لَهُ أَلَمْ نُصِحَّ لَكَ جِسْمَكَ وَنُرْوِيكَ مِنَ الْمَاءِ الْبَارِدِ

"Sungguh nikmat yang akan ditanyakan pada hamba pertama kali pada hari kiamat kelak adalah dengan pertanyaan: "Bukankah Kami telah memberikan kesehatan pada badanmu dan telah memberikan padamu air yang menyegarkan?" (HR. Tirmidzi no. 3358. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Di manakah nikmat sehat kita salurkan? Apakah untuk berfoya-foya di dunia? Ataukah dimanfaatkan untuk ketaatan?

Dan kebanyakan orang itu lalai dari nikmat sehat tersebut. Dari Ibnu 'Abbas, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda,

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ

"Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang" (HR. Bukhari no. 6412).

Nikmat sehat itulah yang dikatakan oleh Abu Darda',

الصِّحَّةُ غِنى الجسد

"Sehat adalah ghina jasad (yaitu bentuk kecukupan yang ada pada badan kita)". (Kitabusy Syukr, hal. 102. Dinukil dari Jaami'ul 'Ulum wal Hikam, 2: 76).

Mengenai surat At Takatsur ayat 8, Ibnu 'Abbas berkata,

النعيم : صحَّةُ الأبدان والأسماع والأبصار ، يسأَلُ الله العبادَ : فيما استعملوها ؟ وهو أعلمُ بذلك منهم ، وهو قوله تعالى : { إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً }  .

"Yang namanya nikmat adalah badan, pendengaran dan penglihatan yang dalam keadaan sehat. Allah kelak akan menanyakan mengenai nikmat tersebut untuk apakah dimanfaatkan?" Allah yang pasti mengetahui hal itu. Karena Allah Ta'ala berfirman,

إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً

"Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya" (QS. Al Isro': 36). (Jaami'ul 'Ulum wal Hikam, 2: 77).

Wahab bin Munabbih berkata bahwa telah tertulis dalam hikmah keluarga Daud,

العافية المُلك الخفيُّ

"Sehat itu bagaikan kerajaan yang tersembunyi". (Jaami'ul 'Ulum wal Hikam, 2: 76).

Ibnu Mas'ud berkata,

النعيمُ : الأمنُ والصحة

"Termasuk nikmat adalah rasa aman dan sehat" (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Katsir. Dinukil dari Jaami'ul 'Ulum wal Hikam, 2: 77).

Intinya sungguh banyak nikmat yang Allah beri, bukan hanya nikmat sehat, namun sedikit yang mau merenungkannya. Padahal semua itu akan dipertanyakan kelak dan dimintai pertanggungjawaban. Allah Ta'ala berfirman,

وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا

"Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya" (QS. An Nahl: 18).

Bakr Al Mazini pernah berkata,

يا ابن آدم ، إنْ أردتَ أنْ تعلمَ قدرَ ما أنعمَ اللهُ عليك ، فغمِّضْ عينيك

"Wahai manusia, jika engkau ingin tahu kadar nikmat yang telah Allah peruntukkan bagimu, maka penjamkanlah matamu"

Dalam sebagian atsar disebutkan,

كم مِنْ نِعمَةٍ لله في عرقٍ ساكن

"Betapa banyak nikmat Allah yang terdapat dalam pembuluh darah kita" (Jaami'ul 'Ulum wal Hikam, 2: 76).

Jarang yang mau merenungkan hal ini. Dikira nikmat hanyalah harta, uang dan duit. Padahal kesehatan –sungguh- adalah nikmat berharga yang patut disyukuri dan masih ada nikmat lainnya.

Sebagaimana keterangan dari Ibnu Rajab dalam Jaami'ul 'Ulum (2: 82), bahkan nikmat itu ada dua macam, nikmat diniyyah (agama) dan nikmat duniawiyah. Keadaan selamat, terhindar dari bahaya, kesehatan dan rizki adalah nikmat duniawiyah. Sedangkan bersyukur dengan mengucapkan 'alhamdulillah', itu pun nikmat. Nikmat duniawiyah dan diniyyah sama-sama adalah nikmat dari Allah. Kata Ibnu Rajab dan ini yang patut digarisbawahi,

لكن نعمة الله على عبده بهدايته لشكر نعمه بالحمد عليها أفضل من نعمه الدنيوية على عبده ، فإنَّ النعم الدنيوية إنْ لم يقترن بها الشُّكرُ

"Akan tetapi nikmat Allah pada hamba dengan memberi hidayah untuk bersyukur terhadap nikmat dengan mengucapkan 'alhamdulillah' lebih afdhol dari nikmat duniawiyah yang diberikan pada hamba. Karena nikmat duniawiyah, jika tidak dikaitkan dengan syukur, maka itu malah jadi musibah."  Sebagaimana kata Ibnu Hazm,

كل نعمة لا تقرب من الله عز وجل، فهي بلية.

"Setiap nikmat yang tidak digunakan untuk mendekatkan diri pada Allah, itu hanyalah musibah." (Jaami'ul Ulum wal Hikam, 2: 82)

Lalu perhatikan lagi perkataan Ibnu Rajab selanjutnya,

Jika Allah memberi taufik pada seorang hamba untuk bersyukur atas nikmat duniawiyah dengan mengucapkan 'alhamdulillah' atau dengan melakukan bentuk syukur lainnya, maka nikmat diniyyah ini sendiri adalah lebih baik dari nikmat duniawiyah tersebut dan nikmat diniyyah lebih dicintai di sisi Allah. Karena Allah sangat mencintai orang yang rajin menyanjung-Nya. Allah semakin ridho jika hamba diberi makan, lalu ia memuji Allah atas nikmat tersebut, begitu pula ketika ia minum dan ia pun memuji Allah. Dan pujian Allah terhadap nikmat dan bentuk pujian mereka atas nikmat lebih dicintai oleh Allah dari harta mereka sendiri (Lihat Jaami'ul Ulum wal Hikam, 2: 82-83).

Abul 'Abbas Ibnu Taimiyah mengatakan,

وَأَنَّ الشُّكْرَ يَكُونُ بِالْقَلْبِ وَاللِّسَانِ وَالْجَوَارِحِ

"Syukur haruslah dijalani dengan mengakui nikmat dalam hati, dalam lisan dan menggunakan nikmat tersebut dalam anggota badan" (Majmu' Al Fatawa, 11: 135).

Semoga kita menjadi hamba yang bersyukur.

وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ

"Dan kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur" (QS. Ali Imron: 145).

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

"Dan (ingatlah juga), tatkala Rabbmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih" (QS. Ibrahim: 7).

Segala puji bagi Allah atas karunia nikmat yang tak henti-henti diberikan pada kita. Mudah-mudahan kita dapat menyalurkan segala nikmat dalam kebaikan, dengan mengakui dalam hati bahwa itu adalah nikmat dari Allah, menyebut 'alhamdulillah' dalam lisan, dan menyalurkan nikmat tersebut dalam ketaatan, bukan dalam maksiat.

Wabillahit taufiq.

Akan Dipertanyakan Segala Nikmat]
Oleh : Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, M.Sc

Senin, 09 Juli 2018

PM Malaysia: Zakir Naik Penduduk Tetap Malaysia


Malaysia menegaskan tidak akan memenuhi permintaan India untuk mengekstradisi dai Muslim India Doktor Zakir Naik. Naik disebut sebagai ulama kontroversial setelah dituding mengilhami aksi terorisme.

Zakir Naik (52) mendirikan jaringan televisi satelit Dubai Peace TV sekitar 12 tahun yang lalu. Dia meninggalkan India pada tahun 2016 dan kemudian memperoleh residensi permanen di Malaysia.
.
"Selama dia tidak menimbulkan masalah dia tidak akan dideportasi. Dia adalah penduduk tetap Malaysia," kata Perdana Menteri Mahathir Mohamad dalam konferensi pers di ibukota administratif Putrajaya, Jumat (06/07/2018)

Mahathir, yang mengambil alih kekuasaan setelah memimpin blok oposisi untuk kemenangan yang menakjubkan dalam pemilihan umum 9 Mei, membuat komentar itu setelah seorang jurubicara Kementerian Urusan Luar Negeri India mengatakan bahwa New Delhi telah meminta Malaysia mengekstradisi Naik.
.
"Kami telah mengajukan permintaan resmi untuk ekstradisi Zakir Naik, yang merupakan warga negara India yang tinggal di Malaysia," kata juru bicara yang tidak disebutkan namanya itu seperti dikutip Indian Express hari Kamis. "Pada tahap ini, permintaan kami berada di bawah pertimbangan aktif pihak Malaysia"
.
Naik dilaporkan menjadi penduduk tetap di Malaysia pada tahun 2012, bertepatan dengan kunjungan pertamanya ke negara itu. Tahun berikutnya, Malaysia menghormatinya dengan penghargaan "Model Peran Islam"
.
Pada bulan November tahun lalu, para pejabat India mengatakan Naik menghadapi tuduhan pencucian uang dan menghasut kebencian melalui khotbahnya yang disiarkan di Peace TV. India dan Bangladesh telah melarang salurannya, tetapi video dari khotbah sebelumnya yang telah dilihat oleh jutaan pemirsa, tersedia di YouTube.

Naik, yang adalah seorang doktor sebelum menjadi dai, menyangkal tuduhan itu. Ceramahnya sering menarik banyak orang di Malaysia dan negara-negara lain, tetapi tidak duduk dengan baik dengan banyak pemimpin gereja Hindu dan Kristen yang menuduhnya sengaja menghina agama-agama mereka. (@kiblatnet)

Parenting: Inilah Nasihat Lukmanul Hakim Untuk Anaknya


Nasehat Lukman Al-Hakim pada anaknya

Satu diantara manusia yang bukan nabi, bukan pula Rasul, tapi kisah hidupnya diabadikan dalam Qur'an adalah Lukman Al Hakim. Kenapa, tak lain, karena hidupnya penuh hikmah. Suatu hari ia pernah menasehati anaknya tentang hakikat hidup.

"Anakku, jika makanan telah memenuhi perutmu, maka akan matilah pikiran dan kebijaksanaanmu. Semua anggota badanmu akan malas untuk melakukan ibadah, dan hilang pulalah ketulusan dan kebersihan hati. Padahal hanya dengan hati bersih manusia bisa menikmati lezatnya berdzikir."

"Anakku, kalau sejak kecil engkau rajin belajar dan menuntut ilmu. Dewasa kelak engkau akan memetik buahnya dan menikmatinya."

"Anakku, ikutlah engkau pada orang-orang yang sedang menggotong jenazah, jangan kau ikut orang-orang yang hendak pergi ke pesta pernikahan. Karena jenazah akan mengingatkan engkau pada kehidupan yang akan datang. Sedangkan pesta pernikahan akan membangkitkan nafsu duniamu."

"Anakku, aku sudah pernah memikul batu-batu besar, aku juga sudah mengangkat besi-besi berat. Tapi tidak pernah kurasakan sesuatu yang lebih berat daripada tangan yang buruk perangainya."

"Anakku, aku sudah merasakan semua benda yang pahit. Tapi tidak pernah kurasakan yang lebih pahit dari kemiskinan dan kehinaan."

"Anakku, aku sudah mengalami penderitaan dan bermacam kesusahan. Tetapi aku belum pernah merasakan penderitaan yang lebih susah daripada menanggung hutang."

"Anakku, sepanjang hidupku aku berpegang pada delapan wasiat para nabi. Kalimat itu adalah:
1. Jika kau beribadah pada Allah, jagalah pikiranmu baik-baik.
2. Jika kau berada di rumah orang lain, maka jagalah pandanganmu.
3. Jika kau berada di tengah-tengah majelis, jagalah lidahmu.
4. Jika kau hadir dalam jamuan makan, jagalah perangaimu.
5. Ingatlah Allah selalu.
6. Ingatlah maut yang akan menjemputmu
7. Lupakan budi baik yang kau kerjakan pada orang lain.
8. Lupakan semua kesalahan orang lain terhadapmu.

اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسل

___________
Allahuma sholii alaa muhammad wa alaa aalihi wa shohbihi wa salim.... 

Abu khonsa basri nasir