Hukum Organisasi Dalam Islam
Organisasi yang dibentuk di atas dasar Islam yang benar yang mana hukum-hukumnya disimpulkan dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah serta berada di atas manhaj para Salafushshalih, setiap organisasi yang didirikan atas dasar ini maka tidak ada alasan untuk diingkari dan dituduh sebagai hizbiyyah, karena hal tersebut termasuk dalam firman Allah Ta’ala: “Dan saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan takwa…” Saling tolong menolong merupakan perkara yang syar’i dan wasilah (sarana)-nya kadang berbeda antara satu zaman dengan zaman lainnya dan antara satu tempat dengan tempat lainnya dan juga antara satu negara dengan negara lainnya. Oleh karena itu menebarkan tuduhan terhadap organisasi yang berdiri di atas dasar ini (al-Quran dan Sunnah) dengan label “Hizbiyyah” atau “Bid’iyyah”, maka ini adalah klaim yang tidak boleh seorang pun berpendapat dengannya sebab hal ini menyelisihi apa yang telah ditetapkan oleh para ulama berupa pembedaan antara bid’ah yang disifati dengan kesesatan secara umum dan sunnah hasanah. Sunnah hasanah merupakan suatu metode yang dibuat dan diadakan sebagai wasilah (sarana) yang bisa mengantarkan kaum muslimin pada suatu maksud/tujuan dan masyru’ secara nash. Jadi, organisasi-organisasi yang ada di zaman ini tidaklah berbeda dengan semua jenis sarana yang ada pada zaman ini yang bertujuan untuk mengantarkan kaum muslimin pada tujuan-tujuan syar’i. Dan apa yang ada dalam majelis kita ini berupa penggunaan alat rekam dengan ragam jenisnya, adalah bagian dari masalah ini (sarana yang dibolehkan -pent). Ia adalah wasilah yang dibuat baru, jika digunakan untuk mewujudkan tujuan yang syar’i, maka ia merupakan wasilah yang syar’i, dan jika digunakan untuk tujuan yang tidak syar’i, maka ia bukan wasilah yang syar’i. Demikian pula sarana transportasi yang beragam hari ini berupa mobil, pesawat dan selainnya, semuanya merupakan wasilah, jika digunakan untuk tujuan syar’i maka ia adalah wasilah yang syar’i, jika tidak maka ia bukan wasilah syar’i.
Ta’ashshub Ibnu al-Jauzi rahimahullah berkata:
نعوذ بالله من العصبية فإن مصنف هذا الكتاب لا يخفى عليه أن
هذا الحديث موضوع
“Kita
berlindung kepada Allah dari sifat ta’ashshub, sesungguhnya penulis kitab ini
–kitab hadits- tidak tersembunyi baginya bahwa hadits ini adalah hadits palsu.”
(Lihat: Lisanul Mizan karya Ibnu Hajar al-Asqalani: 4/462)
Dr.Khalid
Kabir ‘Ilal rahimahullah berkata:
فمن العصبية عنده أن يعتمد الإنسان على حديث يعلم أنه موضوع،
انتصارا لأمر في نفسه ، فيترك الصحيح و يأخذ السقيم
“Merupakan
termasuk perkara ta’ashshub menurut Ibnu al-Jauzi rahimhullah adalah
ketika seseorang beri’timad (melandaskan keyakinan) pada satu hadits yang dia
ketahui bahwa hadits itu adalah hadits palsu, untuk menolong keyakinannya
sehingga dia meninggalkan hadits yang shahih lalu mengambil hadits yang palsu.”
(Lihat: At-Ta’ashshubu al-Mazhabi Fi at-Tarikh Mazhahiruhu, Aatsaruhu,
Asbabuhu, ‘Ilajuhu: 3)
Sama halnya
dengan orang-orang yang enggan untuk mengkonfirmasi kebenaran berita atas
tuduhan-tuduhan dusta yang dilemparkan kepada saudara-saudaranya. Padahal amat
mudah bagi mereka untuk mencari kebenaran berita melalui berbagai sarana dan
alat komunikasi yang begitu banyak, atau langsung mendatangi saudara yang
tertuduh itu. Ketika mereka enggan untuk melakukan hal itu, hasilnya adalah
ta’ashshub dengan tingkat yang lebih parah dari itu, yaitu:
أن يدعو الرجل إلى نصرة عصبيته، و الوقوف معها على من يُناوئها،
ظالمة كانت أو مظلومة
“Dakwah
(ajakan) yang dilakukan untuk menolong kelompoknya dan selalu bersamanya
terhadap orang-orang yang memusuhinya. Baik dalam keadaan berbuat zhalim atau
terzhalimi.” (Lihat: At-Ta’ashshubu al-Mazhabi fi at-Tarikh Mazhahiruhu Aatsaruhu
Asbabuhu ‘Ilajuhu: 2)
Oleh karena
itu tidak sama antara kerja sama dalam kebaikan dan takwa dengan ta’ashshub.
Kerja sama dalam kebaikan sangat dianjurkan dalam agama kita, bahkan
disyariatkan. Allah azza wajalla berfirman:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا
عَلَى الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan
tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al-Maidah: 2)
Imam Ibnu
Katsir rahimahullah berkata:
يأمر تعالى عباده المؤمنين بالمعاونة على فعل الخيرات، وهو البر،
وترك المنكرات وهو التقوى، وينهاهم عن التناصر على الباطل
“Allah azza
wajalla memerintahkan kaum mu’minin untuk saling tolong menolong dalam
kebaikan-kebaikan itulah yang disebut “al-Birr” dan meninggalkan
kemungkaran, ini merupkan ketakwaan. Allah juga melarang mereka untuk saling
menolong dalam kebatilan.” (Tafsir Ibnu Katsir: 2/7)
Dengan ayat
ini, Syaikh al-Albani rahimahullah membolehkan adanya ormas islam untuk
saling menolong dalam kebaikan. Bahkan beliau menyalahkan orang-orang yang
mengatakan bahwa kerja sama dalam ormas islam sebagai hizbiyyah yang bid’ah.
Beliau berkata:
“Setiap
jam’iyyah (organisasi) yang dibentuk di atas dasar Islam yang benar yang mana
hukum-hukumnya disimpulkan dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah serta berada
di atas manhaj para Salafushshalih, setiap organisasi yang didirikan atas dasar
ini maka tidak ada alasan untuk diingkari dan dituduh sebagai hizbiyyah, karena
hal tersebut termasuk dalam firman Allah Ta’ala: “Dan saling tolong menolonglah
dalam kebaikan dan takwa…” Saling tolong menolong merupakan perkara yang syar’i
dan wasilah (sarana)-nya kadang berbeda antara satu zaman dengan zaman lainnya
dan antara satu tempat dengan tempat lainnya dan juga antara satu negara dengan
negara lainnya. Oleh karena itu menebarkan tuduhan terhadap organisasi yang
berdiri di atas dasar ini (al-Quran dan Sunnah) dengan label “Hizbiyyah” atau
“Bid’iyyah”, maka ini adalah klaim yang tidak boleh seorang pun berpendapat dengannya
sebab hal ini menyelisihi apa yang telah ditetapkan oleh para ulama berupa
pembedaan antara bid’ah yang disifati dengan kesesatan secara umum dan sunnah
hasanah. Sunnah hasanah merupakan suatu metode yang dibuat dan diadakan sebagai
wasilah (sarana) yang bisa mengantarkan kaum muslimin pada suatu maksud/tujuan
dan masyru’ secara nash. Jadi, organisasi-organisasi yang ada di zaman ini
tidaklah berbeda dengan semua jenis sarana yang ada pada zaman ini yang
bertujuan untuk mengantarkan kaum muslimin pada tujuan-tujuan syar’i. Dan apa
yang ada dalam majelis kita ini berupa penggunaan alat rekam dengan ragam
jenisnya, adalah bagian dari masalah ini (sarana yang dibolehkan -pent). Ia
adalah wasilah yang dibuat baru, jika digunakan untuk mewujudkan tujuan yang
syar’i, maka ia merupakan wasilah yang syar’i, dan jika digunakan untuk tujuan
yang tidak syar’i, maka ia bukan wasilah yang syar’i. Demikian pula sarana
transportasi yang beragam hari ini berupa mobil, pesawat dan selainnya,
semuanya merupakan wasilah, jika digunakan untuk tujuan syar’i maka ia adalah
wasilah yang syar’i, jika tidak maka ia bukan wasilah syar’i.” (Silsilah
al-Huda wa an-Nur, kaset no. 590 atau silahkan lihat di web resmi beliau:
http://www.alalbany.net/2030)
Syaikh Ibnu
Baz rahimahullah juga berkata:
“Intinya,
yang menjadi dhabith (prinsip dasar) adalah selama mereka (kelompok-kelompok
islam) berada di atas kebenaran. Maka apabila seorang muslim atau jama’ah
mengajak pada kitab Allah dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
dan mengajak pada tauhidullah serta mengikuti syariatnya maka mereka adalah
al-Firqatu an-Najiyah. Adapun siapa saja yang mendakwahkan pada selain kitab
Allah atau kepada selain Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka
perkara seperti ini bukanlah ahlusunnah, melainkan kelompok sesat yang akan
binasa. Sesungguhnya kelompok al-Firqatun Najiyah adalah sekelompok orang-orang
yang mengajak pada kitab Allah dan sunnah. Sekalipun diantara mereka ada
jama’ah dari sini dan dari situ. Intinya jika mereka berada pada tujuan dan
akidah yang satu, maka penamaan kelompok mereka yang berbeda-beda seperti
jama’ah ansharu sunnah, jama’ah ikhwanul muslimin dan kelompok ini dan itu,
tidak akan memberikan mudharat (mengeluarkan mereka dari ahlusunnah-pent) yang penting
akidah mereka dan amalan mereka tetap istiqamah di atas kebenaran dan
mentauhidkan Allah, ikhlas dan mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam pada perkataan dan perbuatan, amalan dan akidah. Maka
perbendaan nama tidak akan memberikan mudharat. Namun hendaknya mereka bertakwa
kepada Allah dan jujur dalam pengakuannya…….. dan jika ada satu jama’ah yang
terjatuh dalam kesalahan pada satu perkara dari perkara-perakara agama, maka
hendaknya yang lain memperingatkannya dan tidak meninggalkan mereka dalam
kesalahannya. Justru kita harus saling tolong menolong dengan mereka pada
perkara kebaikan dan takwa. Maka jika diantara mereka terjatuh pada perkara
akidah atau pada perkara yang wajib atau haram, maka hendaknya diingatkan
dengan dalil-dalil syar’i dengan kelemah lembutan dan penuh hikmah serta metode
yang baik, hingga mereka kembali pada kebenaran dan menerimanya, dan agar
mereka tidak lari darinya. Itulah perkara yang wajib. Maka hendaknya kaum
muslimin saling bekerja sama dalam kebaikan dan takwa serta saling menasehati
sesama mereka dan tidak saling menghinakan.” (Majalah al-Ishlah al-Adad 241
atau lihat linknya disini: http://www.saaid.net/leqa/16.htm)
Amat banyak
pendapat para ulama yang membolehkan kerja sama dalam organisasi dakwah, karena
itu adalah kebaikan. Namun, cukup dua fatwa ini saja sebagai perwakilan
fatwa-fatwa ulama lainnya.
Wahdah
Islamiyah juga tidak pernah meminta binaan-binaannya termasuk antum yang disapa
oleh hidayah melalui lembaga ini, untuk membangun kebenaran atas dasar wala
terhadap ormas ini. Ustadz Muhammad Zaitun Rasmin hafizhahullah berkata:
“Organisasi
kita adalah sarana dan bukan tujuan. Siapapun yang ingin keluar dari organisasi
ini, silahkan, dan kita tetap bersaudara. Organisasi bukan landasan wala’ kita,
dan jika suatu saat organisasi ini harus dilebur untuk sebuah maslahat yang
lebih besar, maka kita tidak pernah ragu untuk meleburkannya.”
Perkataan
antum “Prinsip-prinsip yang dipahami selama ini banyak yang (sengaja) dilanggar
seperti memudah-mudahkanan foto di medsos dan spanduk-spanduk kegiatan, dan
masih banyak hal lain yang ana alami.”
Perkataan
antum banyak prinsip yang sengaja dilanggar, bisakah antum sebutkan
sebanyak-banyaknya hal-hal prinsip yang sengaja dilanggar itu? Atau semua itu
hanyalah keterbatasan ilmu antum sehinnga menganggap masalah yang furu’
(cabang) sebagai sesuatu yang ushul (prinsip)?
Contohnya
sendiri antum membahas foto yang di share di medsos, apakah ini masalah furu’
atau ushul? Ini masalah furu’ wahai saudaraku, dimana para ulama ada yang
membolehkan ada juga yang mengharamkannya.
Dalam
website Islam Sual Wa Jawab yang berada dibawah pengawasan Syaikh Shalih
al-Munajid hafizhaullah menukil perkataan Syaikh Dr. Khalid Ibnu Ali
al-Musyaiqih hafizhahullah murid syaikh Utsaimin rahimahullah
yang sedang menjabat sebagai dosen fiqh pada Fakultas Syariah Jami’atu al-Qasim,
ketika di tanya mengenai foto kamera atau hp, beliau menjawab:
الصور التي على الجوال أوفي أجهزة الحاسب ، أو ما يصور بالفيديو
، لا تأخذ حكم الصور الفوتوغرافية ، لعدم ثباتها ، وبقائها ، إلا أن تُخرج وتطبع .
وعليه : فلا حرج في الاحتفاظ بها على الجوال ، ما لم تكن مشتملة على شيء محرم ، والله
أعلم " انتهى من "موقع الشيخ على الإنترنت
“Foto yang
berada di hp atau komputer atau yang di foto dalam bentuk vidio tidak termasuk
hukum foto fotoghrafi, karena dia tidak tsabit dan tidak baqa (tidak
selalu ada kecuali laptop itu dihidupkan-pent). Ia menjadi haram jika di cetak.
Maka tidak mengapa menyimpannya dalam hp selama tidak mengandung sesuatu yang
haram.”
Kemudian
disebutkan:
وعليه : فإن التُقطت صورة بالجوال أو بكاميرا رقمية ، وأدخلت
الجهاز ثم وضعت في المنتدى ، دون أن تطبع على شيء ثابت ، لم يدخل ذلك في التصوير المحرم
“Olehnya jika
gambar ditangkap menggunakan kamera hp atau kamera digital lalu dimasukkan ke
dalam laptop dan diposting di muntada (grup diskusi di internet) tanpa
mencetaknya pada sesuatu yang tsabit, hal itu tidak masuk dalam kategori gambar
yang haram.” (https://islamqa.info/ar/174965)
Spanduk yang
anda maksud apakah itu merupakan perbuatan wahdah yang disepakati oleh dewan
syariah atau perbuatan panitia kegiatan yang kebanyakannya masih baru ikut
tarbiyah? Yang kami temukan, yang buat spanduk adalah orang yang belum lama
tarbiyah sehingga ketika tersebar spanduk itu dilarang. Dan hal ini tidak
mewakili keyakinan wahdah islamiyah.
Nasihat
kami, belajarlah dengan benar dan jangan menyibukkan diri dengan perbuatan
sebagian orang yang suka menyesatkan tanpa ilmu atau pada perkara-perkara yang
khilafiyyah. Banyak sesuatu yang mungkin anda lihat prinsip ternyata furu’.
Misalnya pada perkara surga, ini merupakan prisnip, tapi ulama berbeda pendapat
dalam cabang prinsip ini. Misalnya, apakah surga yang ditempati Adam adalah
surga yang akan ditempati kaum muslimin nantinya di akhirat? [al-munawy/tarbiyah]
0 komentar :
Posting Komentar