Oktober 2016

Senin, 31 Oktober 2016

Muhammadiyah: Demo Adalah Hak Warga Negara Demokrasi


"Demo sebagai bagian dari hak warganegara, yang terpenting tetap damai dan bermartabat serta mengindahkan hukum dan  peraturan yang berlaku," kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, menanggapi demo massa tersebut merupakan wujud penyaluran aspirasi sah dan wajar di alam demokrasi. Jika ada angkatan Muhammadiyah yang ikut demo, itu merupakan hak dia sebagai warga negara, asal bukan membawa atribut Muhammadiyah. Haedar juga berpesan kepada pihak Kepolisian agar jangan berlebihan dalam menyikapi dan menangani kemungkinan demo tersebut.

Sejauh, mereka sesuai aturan dan sejalan dengan prinsip demokrasi. Justru menurutnya tidak kalah penting memperhatikan aspirasi dan tuntutan yang disuarakan secara demokratis.

Dapat dipastikan Pada 4 November 2016 massa umat Islam berencana akan menggelar demo besar-besaran di Jakarta.

Haedar mengatakan bahwa pemerintah, khususnya kepolisian, tidak perlu risau dengan demo umat Islam tersebut, baik massa kecil maupun besar. Karena hal itu merupakan wujud berdemokrasi.

"Kepolisian justru berkewajiban mengamankan dan menjaga ketertiban hingga demo tersebut berlangsung aman, damai, tertib, dan tidak anarkis," ujarnya dalam situs resmi PP Muhammadiyah, Ahad (30/10).

Menurut Haedar, pemerintah dan Polri hendaknya sensitif dalam merespons aspirasi masyarakat, terutama dalam menangani kasus penistaan agama seperti yg dituntutkan. "Jika terkesan menunda, mengulur, atau seolah mengambangkan, justru akan menambah persoalan makin meluas," lanjutnya.

Ia berharap penegakkan hukum tanpa pandang bulu, untuk kasus ini. Ia  juga menegaskan Muhàmmadiyah tidak dapat menghalangi jika ada angkatan muda Muhammadiyah yang turut serta dalam aksi demo tersebut.


Minggu, 30 Oktober 2016

Rencanakan Sebelum Menikah Dini



Menurut Kepala Seksi Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera BPMKB Kota Bogor, Iceu Pujiati, usia pernikahan dini boleh dibilang mulai dari 10 sampai 24 tahun. Atau untuk laki-laki terbilang sampai usia 25 tahun. Hal ini juga disampaikan Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana (BPMKB) Kota Bogor, Agung Prihanto.

"Jadi tidak hanya ke anaknya, para orang tuanya juga diberi sosialisasi bahwa pernikahan itu harus berencana. Kami bikin salam Genre yaitu Generasi Berencana," ujar Iceu menjelaskan. Pernikahan dini bisa disebabkan banyak faktor. Mulai dari desakan orang tua, faktor ekonomi hingga kecelakaan. Tidak adanya rencana yang matang untuk mengarungi bahtera pernikahan juga menjadi salah satu penyeban tingginya angka perceraian pasangan-pasangan muda.

 Menurutnya, kecenderungan saat ini juga adalah para  remaja kurang terbuka terhadap orang tuanya. Karenanya, menurut dia, diperlukan upaya lewat pendekatan ataupun strategi agar mereka melek, salah satunya soal pernikahan dini.

"Mesti antisipasi, kami saat ini melakukan sosialisasi Pusat Informasi Konseling Remaja (PIK R), baru pertama kali, masalah efektif dan tidaknya yang penting kami lakukan upaya," kata Agung saat Gebyar Pusat Informasi Konseling Remaja (PIK R) di Taman Ekpresi, Sempur, Kota Bogor, belum lama ini.

Kepala BPMKB ini melanjutkan, gebyar ini juga guna menyosialisasikan kegiatan PIK dalam rangka mewujudkan generasi remaja yang baik di Kota Bogor. Sosialisasi akan terus dilakukan ke sekolah-sekolah melalui Duta Genre yang terdiri dari mahasiwa dan pelajar.

Diharapkan melalui sosialisasi ini, dampak bahaya dari seks bebas, narkoba dan pernikahan dini bisa diminimalisir. Apalagi seringnya penikahan dini terjadi karena didasari faktor keterpaksaan. "Kalau bisa menyeluruh hingga ke pelosok," lanjut Agung. [rol/ok]

Kamis, 27 Oktober 2016

9 Pelajaran Pernikahan Rabi’ah, Pembantu Rasulullah


Pertama: Perhatian dan kasih sayang Rasulullah ﷺ kepada para sahabatnya. Terlebih mereka yang miskin. Inilah sifat beliau ﷺ yang Allah ﷻ puji dalam Alquran.

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

"Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin." (QS:At-Taubah | Ayat: 128).

Kedua: Nabi ﷺ memiliki tanggung jawab terhadap orang-orang yang berada di bawah tanggungannya.

Ketiga: Nabi ﷺ pandai membaca kondisi. Beliau ﷺ tahu apa yang terbaik dan yang dibutuhkan oleh orang lain.

Keempat: Nabi ﷺ tahu hal apa yang terbaik bagi dunia dan akhirat sahabatnya. Demikian juga untuk umatnya. Sehingga ketika kita tahu Nabi ﷺ memerintahkan kita pada suatu perkara, yakinlah! hal itu yang terbaik untuk kita. Walaupun kadang bertentangan dengan keinginan dan nafsu kita.

Kelima: Perhatikanlah bagaimana respon orang-orang yang beriman terhadap perintah Rasulullah ﷺ. Keluarga perempuan yang ditemui Rabi'ah begitu cepat menerima perintah Nabi ﷺ, tanpa menanyakan apapun. Syaikh Muhammad bin Nashir as-Suhaibani hafizhahullah mengatakan, "Mereka disebut lambat menunaikan perintah Nabi karena rumah mereka yang jauh dari Nabi. Atau mereka jarang bertemu Nabi."

Keenam: Rasa persaudaraan di antara para sahabat begitu luar biasa. Persaudaraan yang bukan hanya sekadar pengakuan. Tapi mereka membuktikannya dengan saling tolong-menolong. Mereka mengumpulkan mahar dan mempersiapkan logistik untuk resepsi pernikahan Rabi'ah. Inilah gambaran masyarakat Madinah kala itu.

Ketujuh: Rasulullah ﷺ mengenal dengan baik pribadi Rabi'ah. Dan beliau juga mengetahui pribadi perempuan itu. Sehingga keduanya beliau anggap cocok. Sehingga pernikahan itu maslahat untuk keduanya.

Kedelapan: Rabi'ah menunda nikah karena 'asyik' dengan kegiatannya saat itu. Ia tidak mau ada hal yang menyibukkannya sehingga mengganggu ibadahnya. Yakni melayani Rasulullah ﷺ.

Kesembilan: Jika Anda benar-benar memahami hakikat menikah. Tanggung jawab dan konsekuensinya, maka menikah adalah solusi. Allahu A'lam..

Berikut Kisahnya,

Rasulullah ﷺ memiliki beberapa sahabat yang menjadi pembantu beliau. Mengerjakan beberapa pekerjaan yang meringankan kesibukan beliau sebagai seorang pimpinan agama dan negara. Di antara pembantu beliau adalah Rabi'ah bin Ka'ab al-Aslami radhiallahu 'anhu.

Rasulullah ﷺ adalah sosok penyayang dan perhatian. Beliau memperhatikan keadaan sahabat-sahabatnya. Membantu mereka yang kekurangan. Menjenguk yang sakit. Dan memberi masukan untuk kebaikan dunia dan akhirat mereka. Perhatian serupa beliau berikan juga pada Rabi'ah bin Ka'ab radhiallahu 'anhu.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya, Rabi'ah bin Ka'ab radhiallahu 'anhu bercerita:

Aku adalah seorang yang membantu Nabi ﷺ. Beliau berkata padaku, "Wahai Rabi'ah, apakah kau tidak ingin menikah?"

"Demi Allah, wahai Rasulullah, aku belum ingin menikah. Aku tak punya sesuatu yang bisa menanggung seorang wanita. Selain itu, aku tak ingin ada hal yang membuatku sibuk dari melayanimu.", jawabku.

Kemudian Nabi ﷺ pun berlalu. Aku kembali melayani beliau seperti biasa.

Pada kesempatan berikutnya, beliau bertanya untuk kali kedua, "Wahai Rabi'ah, apakah kau tidak ingin menikah?"

"Aku belum ingin menikah. Aku tak punya sesuatu yang bisa menanggung seorang wanita. Selain itu, aku tak ingin ada sesuatu yang membuatku sibuk dari melayanimu.", jawabku. Rabi'ah belum mengubah pendiriannya.

Nabi ﷺ pun berlalu. Kali ini aku merenungi diriku. "Demi Allah, sungguh Rasulullah ﷺ tahu sesuatu yang terbaik untuk kehidupan duniaku dan akhiratku. Dia lebih tahu dari diriku. Demi Allah. seandainya ia kembali bertanya tentang menikah, akan kukatakan kepadanya, 'Iya Rasulullah, perintahkanlah aku dengan sesuatu yang engkau kehendaki'." Gumam Rabi'ah.

Kemudian Rasulullah kembali bertanya, "Wahai Rabi'ah, apakah kau tidak ingin menikah?"

"Tentu mau, perintahkan aku dengan apa yang Anda kehendaki.", jawabku.

Beliau memerintahkan, "Pergilah ke keluarga Fulan. Suatu kampung dari kalangan Anshar." Mereka lambat menunaikan perintah Nabi ﷺ. "Katakan pada mereka, Rasulullah ﷺ mengutusku kepada kalian. Dia memerintahkan agar kalian menikahkanku dengan Fulanah -salah seorang wanita dari kalangan mereka-."

Aku pun pergi. Dan kusampaikan kepada mereka bahwa Rasulullah ﷺ mengutusku kepada kalian. Beliau memerintahkan agar kalian menikahkanku dengan Fulanah. Mereka menjawab, "Selamat datang kepada Rasulullah dan utusannya Rasulullah ﷺ. Demi Allah, utusannya Rasulullah ﷺ tidak akan pulang kecuali keperluannya telah terpenuhi."

Mereka menikahkanku dan bersikap lemah lembut terhadapku. Mereka sama sekali tidak minta penjelasan padaku. Kemudian aku kembali menemui Rasulullah ﷺ dalam keadaan haru. Beliau bertanya, "Apa yang terjadi padamu wahai Rabi'ah?"

"Wahai Rasulullah, aku menemui suatu kaum yang mulia. Mereka menikahkanku, memuliakanku, dan bersikap baik kepadaku. Mereka sama sekali tidak meminta bukti. Hanya sayangnya, aku tidak memiliki mas kawin.", jawabku.

Rasulullah ﷺ berkata, "Wahai Buraidah al-Aslami, kumpulkan untuknya sebiji emas."

Mendengar hal itu, para sahabat mengumpulkan biji emas untukku. Kuambil apa yang telah mereka kumpulkan. Kemudian aku kembali menghadap Nabi ﷺ. Beliau berkata, 'Pergilah kepada mereka dengan membawa ini. Katakan! ini adalah mas kawinnya'. Aku berangkat menemui mereka dan kukatakan, "Ini mas kawinnya". Mereka pun ridha dan menerimanya. "Mas kawin seperti ini sudah sangat banyak dan baik sekali", kata mereka.

Rabi'ah al-Aslami radhiallahu 'anhu melanjutkan:

Lalu aku pulang menemui Nabi ﷺ dalam keadaan sedih. Beliau bertanya, "Wahai Rabi'ah kenapa kamu bersedih?"

Aku menjawab, "Wahai Rasulullah, aku tak pernah melihat kaum yang lebih mulia dari mereka. Mereka rela dengan apa yang kuberikan dan berlaku sangat baik. Kata mereka, ini sangat banyak dan bagus. Hanya sayang, aku tak punya sesuatu yang bisa kugunakan untuk mengadakan walimah. Beliau bersabda, "Wahai Buraidah, tolong kumpulkan kambing untuknya".

Lalu mereka mengumpulkan kambing yang banyak dan gemuk. Setelah itu, Rasulullah ﷺ berkata padaku "Pergilah dan temuilah Aisyah dan katakan padanya agar dia mengirim beberapa keranjang berisi makanan". Aku pun menemuinya dan kukatakan padanya segala yang Rasulullah ﷺ perintahkan padaku.

Ummul mukminin Aisyah radhiallahu 'anha mengatakan, "Ini keranjang berisi sembilan sha' gandum. Demi Allah, jika besok ada makanan lain, ambillah." Kuambil makanan itu dan kubawa menuju Nabi ﷺ. Ku-kabarkan pada beliau apa yang dikatakan Aisyah. Lalu beliau bersabda, "Bawalah barang-barang ini ke sana, dan katakan pada mereka agar mereka gunakan untuk membuat roti". Aku berangkat ke sana. Membawa kambing dan berangkat bersama beberapa orang dari Aslam.

Seorang dari Aslam berkata, "Tolong besok barang-barang ini telah diolah menjadi roti". Bersama beberapa orang Aslam, kutemui mereka dan kubawakan kambing. Salah seorang dari Aslam mengatakan "Tolong besok gandum ini diolah menjadi roti, dan kambing ini telah dimasak".

Mereka menjawab, "Untuk membuat roti, cukuplah kami saja. Tapi untuk menyembelih kambing, kalianlah yang mengerjakannya". Segera kami ambil kambing yang ada. Kami semebelih, lalu kami bersihkan. Kemudian memasaknya. Akhirnya tersedialah daging dan roti. Aku mengadakan walimah dengan mengundang Rasulullah ﷺ. Beliau pun memenuhi undanganku.


Sumber:
Musnad Imam Ahmad: http://library.islamweb.net/newlibrary/display_book.php?bk_no=6&ID=359&idfrom=15979&idto=15984&bookid=6&startno=3

Rabu, 26 Oktober 2016

Isra' Mi'raj, Bukti Kokohnya Keyakinan Sang Cinta Sejati


Semoga Alloh mengampuni dosa-dosa saya dan mengampuni dosa-dosa kaum muslimin dan semoga kisah yang disampaikan dapat mengokohkan kembali keyakinan kita. Kisah yang diambil dari sosok yang agung lagi mulia ini kiranya telah diabadikan dalam sejarah yang lampau. Entah pada Sarah Nabawiyah ataukah pada kitab-kitab Tarikh. Saya melihatnya sangat menarik dan mengandung sebuah pelajaran yang sangat mendalam.

Kita tentu ingat kisah Isra' dan Mi'raj dan bagaimana Nabi kita yang mulia memperoleh perintah solat lima waktu pertama kalinya secara langsung dari Dzat Yang Maha Agung Alloh Robbul Alamin tanpa melalui perantara sebagaimana biasanya.

Kita semuapun mengetahui bahwa perintah ini menjadikan syariat solat lima waktu merupakan syariat yang wajib dilaksanakan bagi setiap muslim yang telah akil baligh. Saya tidak akan bercerita tentang kewajiban solatnya karena kita semua sudah mengetahui hal itu.

Saya mencoba mengajak untuk menengok bagaimana kondisi dan keadaan Nabi kita yang mulia selepas di Isra'-kan ke Bantul Maqdis kemudian Mi'raj-kan ke Sidratul Muntaha dan semua itu dilakukan dalam jangka waktu sehari semalam. Sebuah perjalanan yang bahkan seandainya hal itu dilakukan oleh kuda-kuda Quraisy yang paling kuat dan penunggang yang paling tangguh maka hanya mampu ditempuh satu bulan.

Percayakah kita saat itu apabila ada seseorang yang tidak bisa menulis dan membaca kemudian menyampaikan berita mampu melakukan perjalanan satu hari satu malam dengan Bouraq sebuah makhluk berbentuk kuda yang memiliki sayap dari Mekah ke Palestina dan kemudian kembali lagi ke Mekah?. Sebuah perjalanan yang hanya mungkin dilakukan dalam waktu satu bulan dengan kuda terbaik dan penunggang terbaik. Inilah sulitnya menjadi seorang sahabat kala itu.

Dengan kondisi teknologi yang belum secanggih sekarang maka jika bukan orang-orang pilihan maka siapa lagi yang mungkin dapat percaya? Semua diluar akal manusia kala itu. Seorang pembesar Quraisy yakni Abul Hakkam yang dijuluki Abu Jahal untuk menghancurkan keyakinan orang-orang muslim kala itu mengajak Nabi kita yang mulia naik ke atas bukit Abu Qubais.

Bukit Abu Qubais merupakan sarana informasi yang digunakan oleh orang-orang Quraisy untuk menyampaikan sebuah berita ke khalayak ramai ke seluruh rakyat Mekah. Nabi kita yang mulia oleh Abul Hakkam diminta menyampaikan kisah Isra' dan Mi'raj.  Maka Nabipun kemudian menyampaikan keseluruhan kisah perjalanan yang telah dilakukan dari awal hingga akhir. Tahukah apa respon dari rakyat Mekah?. Rakyat Mekah yang telah berkumpul ketika itu spontanitas meragukan kisah yang disampaikan. Berita itu tersebar ke seluruh penduduk Mekah hingga membuat guncang iman kaum muslimin.

Abul Hakkam dengan bangga merasa telah menghancurkan agama Islam dan dirinya pun turun dari bukit Abu Qubais menuju Darun Nadwah. Sebuah tempat berkumpul bagi orang-orang Quraisy untuk bermusyawarah. Abul Hakkam menceritakan kepada mereka kisah Nabi kita yang mulia peristiwa Isra' dan Mi'raj dan mendustakan kisah tersebut. Dan ia bangga dan merasa telah menang dan menghancurkan agama Islam.

Namun keberhasilan tersebut belum sempurna dan totalitas sebelum satu orang mendustakan kisah ini. Siapakah yang dimaksud?. Orang yang dimaksud adalah Abu Bakar Ash-Shidiq radhiyallohu'anhu. Maka pergilah Abul Hakkam dan rombongannya mencari Abu Bakar. Setelah bertemu dengannya diceritakanlah kisah perjalanan Nabi tadi dari awal hingga akhir. Responnya tentu saja kita ketahui bahwa Abu Bakar mengimaninya. Abu Bakar mempercayai perjalanan Nabi dari Isra' dan Mi'rajnya. Maka saudaraku tengoklah apa responnya. Tengoklah bagaimana sikapnya. Tengoklah bagaimana akhlak beliau yang mulia mematahkan pendapat Abul Hakkam. Abul Hakkam tidak bisa berkata.

Disini urusannya belum selesai karena rakyat Mekah mendustakan kisah ini bahkan membuat iman kaum muslimin guncang karenanya. Simaklah bagaimana Abu Bakar membalikkan isu yang miring dan informasi yang keliru konspirasi orang-orang Quraisy. Dicarilah Rosululloh Shalallohu alaihi wa Salam ke bukit Abu Qubais.

Pada saat itu orang-orang masih ramai berkumpul di bukit Abu Qubais dan bertanya kepada Rosululloh kebenaran berita yang disampaikan. Perhatikanlah bagaimana cara Abu Bakar membalikkan informasi yang keliru.

Dari kejauhan Abu Bakar berteriak memanggil. "Ya Rosululloh!, Ya Rosululloh!". Orang-orangpun memberikan jalan kepada Abu Bakar. Dari mulai memanggil Rosululloh sembari berjalan menuju Rosululloh, Abu Bakar bercerita kisah peristiwa Isra' dan Mi'raj. Semua matapun tertuju pada Abu Bakar. Sesekali Abu Bakar berhenti berjalan dengan tetap mengulangi kisah yang disampaikan hingga tepat sampai di sisi Rosululloh. Abu Bakar bertanya, "Benarkah apa yang engkau ceritakan?". Rosululloh pun mengatakan dan dengan lantang Abu Bakar pun menimpali. "ANDA BENAR WAHAI ROSULULLOH ! ".

Seketika itu isu dan berita miring tentang kebohongan berbalik 360 derajat pada penduduk Mekah dan iman orang-orang muslimin pun kembali dan kokoh. Informasi kebenaran dengan sangat cepat merebak ke seluruh penjuru Mekah. Konspirasi orang-orang Quraisy dipimpin oleh Abul Hakkam yang ingin menghancurkan atau minimal melemahkan keyakinan muslimin gagal total.

Saudaraku, sungguh banyak pelajaran yang dapat kita petik dari peristiwa ini. Aplikasi yang beliau terapkan sangat penting utamanya dalam menangkal atau membendung informasi-informasi yang keliru terlebih lagi tendensius untuk melemahkan Islam. Terlebih lagi peristiwa yang terjadi beberapa hari ini di media sosial.

Kunci utama yang bisa kita petik dari kisah diatas adalah:
1. Keimanan kepada Alloh yang terpatri dengan begitu mendalam.
2. Keyakinan akan syariat yang dibawa oleh Baginda Nabi Muhammad Shalallohu alaihi wa Salam.
3. Selalu seleksi berita dan informasi yang sampai kepada kita. Tahan lisan dan jari kita.

[bii/ok]

Senin, 24 Oktober 2016

Sudah Besar Tidak Tahu Baca Qur'an? Ini Tipsnya


Kewajiban bagi yang belum bisa baca Al – Qur'an untuk belajar membacanya jika ingin merasakan nikmat dan bahagianya hati karena Al – Qur'an. Nikmat dari seperti ini yang mahal karena tidak ternilai dengan uang, meski punya uang segudang kalau tidak bisa membaca Al – Qur'an tidak dapat dirasa manis dan gurihnya Al – Qur'an. Meski mampu beli Al – Qur'an kalau tidak bisa membacanya apalah artinya?.  Akhirnya, mau tidak mau jika ingin merasakan bahagia dengan Al – Qur'an harus mau belajar membaca Al – Qur'an.

Bagi yang merasa telat atau terlambat menyadarinya pentingnya bisa baca Al – Qur'an jangan bersedih. Umur bukanlah kendala dalam menuntut ilmu, selagi jiwa masih di badan tidak ada kata terlambat untuk belajar. Meskipun dari NOL belajar membaca Al – Qur'an pasti bisa. Hanya perlu diperhatikan bahwa belajar di masa dewasa tidak sama dengan belajar di masa kanak – kanak. Beberapa tips dibawah ini mungkin bisa menjadi bekal untuk belajar membaca Al – Qur'an khususnya bagi orang dewasa. Diantaranya;

  1. Niat yang ikhlas untuk Allah

Semua amalan hendaknya berlandasakan pada keikhlasan termasuk dalam menuntut ilmu Al – Qur'an.   Niat adalah dasar dari semua amalan dan niat yang ikhlas untuk Allah adalah dasar yang paling baik lagi paling kuat. Orang yang memiliki niat yang ikhlas dalam belajar Al – Qur'an seperti orang yang sudah memilki modal besar sebelum berangkat peperangan. Modal tersebut membuat siap dan kuat untuk berperang dan kemenanganpun mudah didapatkan. Terlebih Allah telah menjamin memudahkan Al – Qur'an untuk dipelajari, tentunya bagi mereka orang – orang yang ikhlas karena Allah dalam belajar Al – Qur'an.

 

  1. Doa yang jujur

Doa adalah senjata bagi orang yang berkeinginan (memilki hajat). Doa yang kita panjatkan kepada Allah adalah tanda keimanan dan ketawakalan kita kepada-Nya. Keimanan dan ketawakalan pada Allah akan membuat Allah ridho dan menunjukan jalan kemudahan serta menguatkan kita untuk menempuhnya. Orang yang ingin belajar Al – Qur'an hendaknya berdoa kepada Allah agar diberikan tambahan ilmu dan diberikan kesabaran dalam proses pembelajaranya. Allah pasti akan memberikan kemudahan dan menguatkan kesabaran kita jika doa kita berbungkus keimanan dan ketawakalan kepada-Nya.

 

  1. Semangat yang kuat

Meski belajar membaca Al – Qur'an itu mudah tanpa semangat yang kuat akan sulit mempelajarinya. Semangat yang kuat akan membuat kita siap berkorban untuk mendapatkan apa yang kita cari. Pengorbanan itulah yang akan membuat proses belajar Al – Qur'an jadi lebih nikmat dan lebih mudah, hingga tanpa terasa dengan keihlasan dan pengorbanan kita terus belajar dan akhirnya bisa membaca Al – Qur'an dengan baik dan benar. Terlebih bagi orang dewasa, semangat yang kuat atas dasar ibadah dalam belajar membaca Al – Qur'an sangat diperlukan untuk merantas semua kesulitan dalam belajar membaca Al – Qur'an.

 

  1. Metode yang tepat

Proses pembelajaran melibatkan materi pembelajaran "apa" yang kita pelajari dan metode pembelajaran "bagaimana" kita mempelajari. Dalam belajar membaca Al – Qur'an sudah jelas, apa yang kita pelajari? Al – Qur'an. Lalu bagaimana dengan metode kita dalam mempelajarinya?. Metode belajar membaca Al – Qur'an di Indonesia sudah cukup banyak. Semua memiliki kekurangan dan kelebihan masing – masing. Beberapa metode ada yang cocok untuk pengajaran di anak – anak karena memang disusun untuk keperluan mengajar di Taman Kanak – Kanak (TK-TPA) . Beberapa diantaranya ada yang disusun khusus untuk pengajaran di masyarakat atau khusus orang dewasa. Pilih metode yang cocok untuk orang dewasa, salah satunya cirinya adalah metode pengajaran yang banyak praktek dan pelibatan peserta didik dalam proses pembelajaranya. Dengan memilih metode yang tepat dalam belajar membaca Al – Qur'an kita akan lebih mudah dalam mempelajarinya dan hasil akan lebih baik, in saa Allah.

Alhamdulillah, menjadi bisa membaca Al – Qur'an adalah satu nikmat yang tidak ternilai dengan materi. Melantunkan Al – Qur'an secara baik melalui lesan akan membuat jiwa segar, pikiran tenang dan kebahagiaan yang terus bersambung di hati. Orang yang bisa membaca Al – Qur'an boleh diibaratakan seperti seorang yang menerima surat dari atasan dan bisa membaca isi surat tersebut, sehingga mengerti apa isi surat dan merasakan suasana berkomunikasi dengan sang pengirim surat. Orang yang tidak bisa baca Al – Qur'an boleh diibaratkan seperti orang yang menerima surat tapi tidak tahu apa isi surat lantaran tidak bisa membaca surat terebut, malanglah orang seperti ini karena tidak tahu ada untung atau rugi. [quran/ok]

Minggu, 23 Oktober 2016

Cara Menghindari Hutang Yang Tidak Dirindukan


Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasalam- sendiri bahkan berlindung kepada Allah ta'ala dari hutang seraya berkata:

« إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا غَرِمَ حَدَّثَ فَكَذَبَ وَوَعَدَ فَأَخْلَفَ »

Artinya: "seseorang jika sudah berhutang dia akan berbohong ketika berkata, dan menyelisihi ketika berjanji" (HR. Abu Dawud)

Punya hutang bukanlah kondisi yang menyenangkan. Bahkan sangat tidak enak. Untuk memberi penjelasan maksud tersebut maka kami memberikan sedikit penjelasan tentang hadits tersebut di atas. Maksudnya disini adalah: kemungkinan dia untuk berdusta dan menyelisihi janji sangatlah besar karena biasanya ketika dia merasa kesulitan melunasi hutang dia harus menggunakan berbagai cara untuk menunda-nunda pembayaran termasuk berbohong dan mengingkari janji.


Hadits diatas sudah cukup  sebagai alasan bagi seorang muslim untuk sebisa mungkin menghindari hutang. Namun seiring desakan kebutuhan hidup terkadang kita terpaksa harus berhutang. Syukurlah kalau hutangnya hanya sebatas kemampuan kita, tapi bagaimana jadinya kalau sudah sampai diluar batas kemampuan kita untuk melunasi? Dalam hal ini, agama islam yang hanif ini memberi solusi bagi umatnya.

أتا علياًّ – رضي الله عنه – رجلٌِ فَقَالَ :يَا أَمِيرَ المُؤمِنِينَ، إنِّي عَجِزْتُ عَنْ مُكِتَابَتِي فَأعِنِّي ، قَالَ : ألا أُعَلِّمُكَ كَلِماتٍ عَلَّمَنِيهنَّ رسُولُ الله – صلى الله

عليه وسلم – لَوْ كَانَ عَلَيْكَ مِثْلُ جَبَلِ صِيرٍ دَيْناً أدَّاهُ اللهُ عَنْكَ ؟ قَالَ :بلى، قال: قُلْ : « اللَّهُمَّ اكْفِني بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ ، وَأغْنِنِي بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِواكَ »

Terjemahan hadits:
Seorang lelaki  mendatangi khalifah Ali bin Abi Tholib seraya berkata: wahai amirul mu'minin, aku tidak sanggup membayar biaya "mukatabah" diriku, maka bantulah aku. Ali bin Abi Tholib berkata: maukah kamu aku ajarkan sebuah doa yang pernah Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasalam- ajarkan kepadaku yang dengan doa itu Allah ta'ala akan membantumu melunasi hutangmu walaupun sebesar gunung Shiir? Lelaki itu menjawab: tentu. Kemudian Ali bin Abi Tholib berkata: ucapkanlah:

« اللَّهُمَّ اكْفِني بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ ، وَأغْنِنِي بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِواكَ »

"ya Allah cukupkanlah diriku dengan perkara halal dari yang haram, dan jadikanlah aku — dengan karunia  darimu – tidak membutuhkan siapapun selain Engkau"

Takhrijul hadits (Penjelasan riwayat hadits):
Hadits diatas diriwayatkan oleh imam Tirmidzi no.3563 dan beliau berkata: "hadis ini hasan ghorib", dan diriwayatkan pula oleh imam Al-Hakim (1/538) dan beliau berkata: sanad hadits ini dan tidak diriwayatkan oleh bukahori dan mulim, dan disepakati oleh imam Adz-Dzahabi.

Penjelasan kata-kata asing dalam hadits:
Mukatabah: sebuah akad penebusan diri seorang budak dengan membayar sejumlah uang kepada majikannya cara mengangsur atau menyicil, kalau angsuran tersebut sudah mencapai harga yang disepakati maka budak tersebut merdeka. Contohnya: bila engkau membayar seribu dinar kepadaku dengan menyicil seratus dinar tiap bulannya maka engkau merdeka. Wallahu a'lam.

Shiir: nama sebuah gunung di semenanjung arab

Syarah hadits (penjelasan hadits):
Pada suatu hari seorang budak datang kepada sahabat 'Ali bun Abi Tholib yang ketika itu sedang menjabat sebagi khalifah. Budak itu mengeluhkan perihal hutang "mukatabah"nya kepada majikannya yang tak kunjung lunas entah karena terlalu mahal atau karena sang budak merasa sulit memperoleh mata pencaharian dengan hasil mencukupi untung melunasi "mukatabah" itu. Maka Ali bin Abi Tholib memberikan jawaban yang membuktikan bahwa dia memang pemimpin sejati, seorang pemimpin yang tidak hanya piawai mengatur hal-hal yang bersifat material tapi juga menjadi seorang "murobbi" pembimbing rakyatnya dalam menjalankan kehidupan spiritual. Beliau merespon keluahan budak itu  bukan dengan memberikan uang tunai agar hutangnya selesai,  padahal sebagai seorang khalifah beliau bisa saja melunasi hutang budak itu dari dana Baitul mal. Beliau justru mengajarkannya sebuah doa yang beliau pelajari dari Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasalam- dengan jaminan bahwa dengan mengamalkan doa tersebut  Allah ta'aal akan memberikan dia pertolongan untuk melunasi hutang seberapa basar hutangnya itu.
Dengan mengajarkan doa tersebut beliau ingin menanamkan dalam jiwa lelaki ini salah satu sifat yang menjadi penyebab dibukanya pintu rizki dan dimudahkannya berbagai urusan, yaitu sikap tawakkal kepada Allah ta'ala, sebagaimana tersurat dalam firman-Nya:

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

Artinya: "dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah maka itu sudah cukup baginya" (Ath-Tholaq:3)
Salah satu implementasi sikap tawakkal adalah dengan menjadikan Allah ta'ala sebagai tempat mengadu pertama kali ketika terjadi masalah dan bukan makhluk-Nya. Dengan mengucapkan doa ini seorang muslim memohon kepada Allah ta'ala dua hal yang menjadi esensi sikap tawakal yaitu: pertama qona'ah (merasa cukup) dengan perkara yang halal sehingga tidak memerlukan yang haram, dan yang kedua qona'ah dengan apa yang diberikan Allah ta'ala sehingga tidak menggantukan diri kepada orang lain. Singkatnya, ketika seseorang keluar dari tempat tinggalnya untuk bekerja memenuhi kebutuhan hidupnya dengan berbekal mencari kedua hal diatas maka Allah ta'ala akan menurunkan pertolongan kepadanya.

Ada beberapa pelajaran berharga yang dapat di petik dari hadis di atas, diantaranya:
1. sikap tawakal adalah salah satu sebab dibukanya pintu rizki, dalam hadit yang lain Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasalam- bersabda:

لَو أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُونَ عَلَى اللهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقَ الطَيْرَ : تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا

Artinya: "Andai saja kalian bertawakal kepada Allah ta'ala dengan sebenar-benarnya tawakal pasti Dia akan mengkaruniakan kepada kalian rizki sebagaimana Dia mengkaruniakan rizki kepada burung, pergi dengan perut kosong dan pulang dalam perut terisi." (HR. Tirmidzi, hasan shohih)

Perlu digarisbawahi pula bahwa untuk melahirkan tawakal yang bisa mendatangkan pertolongan Allah ta'ala selain harus diiringi dengan kerja yang benar juga harus dibarengi dengan niat bersih. Sebagaimana sabda Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasalam-:

مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا أَدَّاهَا اللَّهُ عَنْهُ وَمَنْ أَخَذَهَا يُرِيدُ إِتْلاَفَهَا أَتْلَفَهَا اللَّهُ

Artinya: "Barangsiapa yang meminjam harta orang lain dan dia berniat untuk melunasinya maka Allah ta'ala akan (menolongnya untuk) melunasinya, dan barangsiapa yang meminjam harta orang lain dan dia berniat untuk merusaknya maka Allah ta'ala akan mebuat orang tersebut celaka" (HR.Bukhori)

2.Dalam hadits tersebut terdapat anjuran untuk mengharap karunia Allah ta'ala semata. Sebagaimana juga yang Allah ta'ala perintahkan dalam firman-Nya:

وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ

Artinya: "Dan memohonlah karunia Allah" (An-Nisa':32)

Dan juga ayat yang lain:

وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ

Artinya: "Dan hanya kepada Robb-mulah hendaknya kamu berharap" (Al-Insyiroh:8)

Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasalam- juga pernah mewasiatkan hal senada kepada Abdullah bin abbas dalam sabdanya:

إِذَا سَأَلْتَ فَسَلِ اللَّهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ

Artinya: "jika engkau meminta maka mintalah (hanya) kepada Allah, dan jika kamu memohon pertolongan mohonlah hanya kepada Allah" (HR.Tirmidzi, hasan shohih ghorib)
Dalam mengomentari hadits ibnu abbas diatas, Imam Ibnu Rajab menerangkan hikmah dibalik perintah Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasalam- bahwasanya di dalam "meminta" tersirat rasa kerendahdirian dan rasa ketergantungan sang peminta disertai pengakuan bahwa yang di minta memiliki kemampuan untuk mendatangkan maslahat serta menolak mudharat, dan hal semacam ini tidak layak dipersembahkan kecuali kepada Allah ta'ala semata karena inilah esensi ibadah. (jami'ul 'ulum wal hikam)

Dan salah satu doa yang pernah dilantukan oleh imam Ahmad adalah:

اللهمَّ كَمَا صُنْتَ وَجْهِيِ عَنِ السُّجُودِ لِغَيْرِكَ، فَصُنْ وَجْهِيِ عَنِ المَسْأَلَةِ لِغَيْرِكَ

Artinya: "Ya Allah, sebagaimana engkau telah menjaga wajahku ini dari sujud kepada selain-Mu, maka jagalah pula ia dari meminta kepada selain-Mu"

3. Sudah sepantasnya bagi seorang "murobi" untuk mengarahkan orang lain agar tidak bergantung kepada orang lain. Apa yang di lakukan Ali persis seperti apa yang dilakukan Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasalam- terhadap salah seorang anshor yang datang menemui beliau -sholallahu 'alaihi wasalam- untuk meminta sedekah guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasalam- tidak memberinya harta, padahal bisa saja beliau -sholallahu 'alaihi wasalam- berdoa agar Allah ta'ala agar memberikan harta seketika itu juga untuk disedekahkan. Tapi beliau -sholallahu 'alaihi wasalam- mengarahkan lelaki anshor itu kepada hal yang lebih baik yaitu bekerja, karena dengan itu dia bisa lepas dari ketergantungan diri terhadap orang lain. Beliau berkata kepada sahabat anshor itu: "apa yang kamu punya di rumah?", dia menjawab: "aku punya kain yang sebagian dipakai sebagai pakaian dan sebagian lagi digunakan sebagai alas, dan juga sebuah tempat minum air", beliau berkata: "bawa kemari keduanya!". Kemudian sahabat itu kembali dengan membawa kedua benda tersebut, lalu Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasalam- memegangnya dengan kedua tangannya seraya berkata kepada sahabat yang lain: "siapa yang mau membeli benda ini?", salah seorang menjawab: "saya mau membelinya dengan harga satu dirham", beliau berkata: "siapa yang mau membayar lebih dari satu dirham?", beliau mengulanginya dua atau tiga kali hingga akhirnya salah seorang lain menjawab: "aku mau membelinya dengan dua dirham", akhirnya Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasalam- menjualnya dengan harga dua dirham dan memberikanya kepada sahabat anshor tadi seraya berkata: "gunakan uang satu dirham ini untuk memenuhi kebutuhan keluargamu, sedang yang satu lagi gunakanlah untuk membeli beliung (mata kampak), setelah itu datang kembali kepadaku!". Sahabat anshor menjalankan apa yang diperintahkan Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasalam- kemudian kembali sambil membawa beliung tadi. Lalu Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasalam- mengambil sebatang kayu dan mengikatkannya dengan beliung hingga berbentuk kampak dan berkata: "pergilah, cari kayu bakar kemudian jualah, dan jangan kembali lagi kepadaku kecuali setelah lima belas hari". Kemudian sahabat anshor ini menjalankan apa yang diperintahkan Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasalam- dan setelah lima belas hari dia datang dengan membawa sepuluh dirham, sebagiannya dia gunakan intuk membeli pakaian dan sebagian lagi untuk membeli makanan. Melihat kondisinya itu Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasalam- bersabda: "bukankah ini lebih baik daripada kamu datang pada hari kiamat nanti dengan noda hitam diwajahmu karena meminta-minta?" (HR. Tirmidzi, Nasa'I, dan Ibnu Majah. Imam Tirmidzi berkata hadits ini hasan).

4. Salah satu metode yang baik dalam mengajar adalah dengan memberi tahu terlebih dahulu kepada orang yang diajar sebelum memulai pelajaran bahwasanya kita akan menyampaikan suatu pelajaran yang berharga. Dengan cara ini orang yang diajar aka terlebih mempersiapkan telinga dan pikirannya untuk menerima pelajaran yang akan disampaikan. Dan Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasalam- sangat sering menggunakan metode ini ketika menyampaikan pelajaran kepada para sahabatnya. Kalau kita buka lembaran-lembaran riwayat hadits kita akan temukan banyak sekali kalimat: "maukah aku tunjukan kepadamu?", "maukah aku beri tahu?", "maukah aku kabarkan kepadamu?", dan kalimat-lakimat sejenisnya.

5. Harta yang halal mendatangkan keberkahan.

Jumat, 21 Oktober 2016

Makna Kepasrahan, Belajar Dari Kisah Nabi Ibrahim


Mengenang kisah keluarga Ibrahim ini, sebenarnya kita diingatkan akan hakikat kepasrahan dan ketundukan pada Sang Khalik. Demikian pula cinta kepadaNya di atas segalanya. Dan rasanya kita begitu kecil ketimbang mereka. Cinta kita pada Sang Khalik masih berkisar sebatas kalkulasi untung rugi secara matematika. Kita tidak tahu, bagaimana keadaan diri kita jika ditakdirkan mendapat perintah seperti itu. Bahkan yang jauh lebih rendah dari ujian Nabi Ibrahim tersebut pun kita masih ragu terhadap keyakinan dan kepasrahan kita.

Peristiwa itu terjadi ribuan tahun silam. Tepatnya di sebuah lembah tandus tak berpenghuni. Saat itu, matahari begitu angkuh seakan ingin membakar seluruh isi mayapada. Angin gurun berlomba menghempaskan kerikil-kerikil padang pasir. Nun jauh di sana, nampak tiga sosok manusia berhenti. Suasana begitu senyap. Tak ada kata yang terucap. Seakan masing-masing sibuk dengan pikirannya.

Ketiga sosok itu bukan lain adalah Nabiullah Ibrahim as, istrinya tercinta Hajar serta bayi mereka, Ismail as. Di lembah yang sunyi itu mereka singgah. Ada sebuah perintah yang dititahkan Sang Khalik atas diri Ibrahim. Sungguh merupakan ujian yang maha berat. Setelah berdiam sejenak, Ibrahim as bangkit dan berbalik hendak pergi. Merasa heran, sang istri menyusul di belakang. Serak ia berseru, "Hendak kemana engkau wahai suamiku?" Tanpa menoleh Ibrahim terus berjalan. Bahkan jalannya semakin cepat. Sang istri tak mau ketinggalan. Ia terus mengikuti dan berseru memanggil suaminya. Hingga akhirnya, lantaran tidak ada jawaban pasti, ia pun bertanya: "Apakah ini perintah Allah?" "Ya", jawab Ibrahim singkat. Hajar pun diam dan tak bertanya lagi. Mantap ia berkata: Kalau demikian, sungguh Allah tidak akan menyia-nyiakan kami…", (HR. al-Bukhari, no. 3364). Sebuah bentuk ketegaran iman dan keteguhan hati…

Padahal, jauh di dasar jiwanya, Ibrahim tidak tega meninggalkan keluarganya di padang gersang itu. Hatinya tak kuasa membayangkan apa yang bakal terjadi kemudian. Namun karena hal itu adalah perintah Allah, Ibrahim pun pasrah. Menyerahkan sepenuhnya pada ketentuan dan kasih sayang-Nya. Cintanya pada Allah jauh melampaui cintanya pada makhluk manapun. Olehnya, kendati Hajar memanggil dan memohon, Ibrahim tetap tegar melangkah. Walau dalam hatinya, beliau menangis.

Tinggallah Hajar seorang diri bersama anaknya. Tak ada bekal sedikit pun yang ditinggalkan Ibrahim. Maka ia berlari dan terus berlari melewati bukit-bukit tuk mencari. Mungkin saja ada mata air atau kafilah dagang yang kebetulan lewat. Hingga tatkala upaya dan tawakkal beliau mencapai puncak, Allah Ta'ala memancarkan air dari bawah kaki sang bayi, Ismail. Disamping itu, usaha Hajar ini pun diabadikan dalam salah satu ritual ibadah haji, yakni berlari-lari kecil antara Shafa' dan Marwah.

Belum cukup sampai di situ ujian bagi Nabi Ibrahim. Saat mengunjungi gurun tandus tempat ia meninggalkan keluarganya di sana, ia menyaksikan bukti kebesaran Allah. Ternyata anak dan istrinya dalam keadaan sehat dan bahagia. Negeri yang sebelumnya tandus, menjelma menjadi sebuah perkampungan. Penduduknya sangat bergantung pada sumur berkah yang tak pernah kering, Zamzam. Kehidupan keduanya pun jauh berubah. Mereka bahkan ditahbis sebagai pemuka bagi kaum yang tinggal di sekitar sumur Zamzam itu. Sungguh kenyataan yang mengharukan. Terutama kala menyaksikan bayi mungil yang dulu ditinggalkannya, kini tumbuh menjadi seorang anak yang sholeh dan cerdas.

Kesholehan dan kecerdasan Ismail sanggup merebut segenap cinta dalam hati Ibrahim. Seakan kasih sayang beliau tumpah untuk anak semata wayangnya itu. Hari-harinya diisi oleh kebahagiaan dan kebanggaan menyaksikan sang anak tumbuh… Hingga tibalah ujian Allah yang kedua atas dirinya. Allah Ta'ala memerintahkan untuk menyembelih sang permata hati itu. Sebagai manusia, tentu saja beliau terhimpit perasaan gundah, sedih, dan ketakutan mendalam. Mulanya Ibrahim menyangka perintah itu sebagai bunga tidur saja. Namun tatkala perintah itu datang berulang kali, maka ia pun meyakinkan dirinya bahwa itu adalah perintah Allah Ta'ala padanya.

Esoknya, lembut ia utarakan perintah penyembelihan itu pada anak semata wayangnya. Di luar dugaan, sang anak memberikan jawaban jauh dari nalar biasa. Sebuah jawaban yang sanggup mendobrak dinding karang keraguan. Padahal, usianya saat itu belum lebih sepuluh tahun. Namun karena Tarbiyah Nubuwah yang dikecap langsung dari sang ibu, jawaban sang anak pun diabadikan oleh Allah: "Lakukanlah wahai ayahanda, insya Allah engkau akan mendapatkan aku dari golongan orang yang bersabar".Tangis Ibrahim pecah. Dipeluknya tubuh sang anak erat-erat. Tak mampu ia berucap. Bahkan memandang wajahnya pun ia tak kuasa.

Sebelum segala sesuatunya terjadi, sang anak berpesan: "Wahai Ayahanda, lepaslah pakaian ayah, agar darahku tidak memercik mengenai pakaian ayah. Aku tidak ingin ibu bertanya darah siapa yang ada di pakaian itu. Lalu ia dirundung sedih dan terus mengenangku. Wahai ayah, jangan pandangi wajahku saat mengayunkan pedang itu. Aku khawatir ayah tidak tega, lalu muncul keraguan dalam diri ayah!". Nabi Ibrahim diam. Ia tak sanggup mengeja sepenggal kata pun. Dan saat keduanya telah menggapai puncak kepasrahan tertinggi, Allah Ta'ala menggantikan Ismail dengan seekor domba yang gemuk.

[bii/is]

Kamis, 20 Oktober 2016

Hamba Menjadi Dekat Dengan TuhanNya Dengan Sujud


Ibadah akan sempurna jika di saat yang sama terkumpul dua hal, seorang hamba merendahkan diri serendah-rendahnya, dan di saat yang sama mengagungkanNya setinggi-tingginya.
Sujud adalah saat dimana seorang hamba berada dalam kondisi paling dsekat dengan Allah. Sebagaimana Rasulullah katakan:

أقرب ما يكون العبد من ربه وهو ساجد

“Kondisi saat seorang hamba paling dekat dengan Rabbnya adalah ketika ia sedang bersujud.” (HR Muslim)
“Sujud adalah..”, kata Ibnul Qayyim ketika menjelaskan rahasia di balik ibadah shalat, “..’ubudiyyah yang paling penting dalam shalat, dan yang paling krusial dibandingkan rukun-rukun yang lainnya. Oleh karena itu, sujud dijadikan sebagai penutup. Sedangkan rukuk dan ritual-ritual yang lain sebelumnya, diumpamakan sebagai pembuka dan pelengkap.”
Inilah salah satu hikmah, mengapa Rasulullah perintahkan kita agar bersungguh sungguh memanjatkan do’a saat bersujud. Sujud, identik dengan thawaf dalam ibadah haji. Thawaf juga kondisi ketika seorang hamba sedang berada pada kondisi sangat dekat dengan Allah dan disunnahkan memperbanyak do’a. Hal ini sebagaimana diungkapkan dalam sebuah atsar dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma. Saat itu ada yang hendak melamar putrinya ketika beliau sedang thawaf. Beliau diam saja hingga selesai thawaf, kemudian beliau katakana:

أتذكر أمرا من أمور الدنيا ونحن نتراءى الله في طوافنا

“Tidak pantas aku mengingat urusan dunia sementara kita melihat Allah dalam thawaf kita”
Terkait ibadah yang bernama sujud ini, Syaikhul Islam menjelaskan bahwa yang bisa bersujud bukan hanya fisik saja. Bukan sekedar anggota badan. Hati juga bisa bersujud. Bagaimana jika hati telah bersujud? Beliau katakan dalam Majmu’ Fatawa: “Demi Allah, ia adalah sebentuk sujud yang tidak akan pernah berhenti dan mengangkat kepalanya hingga ia bertemu dengan Allah ta’ala.”
Seperti kisah Abu Firas radhiyallahu ‘anhu, bermalam bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. beliau merupakan merupakan ahlus shuffah. Abu Firas adalah Rabi’ah bin Ka’ab al Aslami nama aslinya. Bermalam (mabit) bersama Rasulullah adalah kesempatan bagi para sahabat untuk menikmati shalat malam yang panjang nan khusyu’ di belakang sang qudwah shallallhu ‘alaihi wa sallam. Sebelum shalat, Abu Firas membawakan wadhu’ (air wudhu’ beserta tempatnya) dan beberapa perlengkapan untuk beliau. Melihat kebaikan Abu Firas seperti ini, tidak lantas Rasulullah diam saja. Beliau bukan sekedar berterima kasih dengan kata-kata, bahkan beliau persilahkan Abu Firas untuk meminta sesuatu. “Salni…”, kata Rasulullah. “Mintalah sesuatu kepadaku..”. Permintaan apa saja. Dan sebagaimana kita tahu Rasulullah tidak pernah mengatakan “tidak”, selama beliau sanggup penuhi permintaan tersebut.
Abu Firas radhiyallahu ‘anhu tidak menyia-nyiakan kesempatan. Ini adalah kesempatan emas. Mungkin tak akan terulang kembali seumur hidup. Pernah ada salah seorang sahabat yang meminta pakaian baru kepada Rasulullah, hadiah istimewa dari salah seorang shahabiyyah. Pakaian tersebut waktu itu sedang beliau kenakan. Mendengar permitaan seperti itu, Rasullah pun masuk rumah, melipat, dan kemudian beliau berikan. Rupanya sahabat tadi ingin ber-tabarruk dengan menjadikan pakaian tersebut sebagai kain kafan. Pernah juga ada salah seorang Arab Badui yang meminta kambing sepenuh lembah yang ada di antara dua gunung. Rasulullah pun berikan. Abu Firas faham akan hal ini, Rasulullah tidak pernah menolak ketika dimintai sesuatu.
Abu Firas pun berfikir, permintan jenis apa yang kira-kira beliau sanggupi, dan bermanfaat hingga kelak di akhirat. Abu Firas memikirkan akhirat. Abu Firas tidak ingin meminta pakaian. Tidak pula kambing. Jangankan kambing, ratusan unta pun pernah Rasululllah berikan kepada Shafwan bin Umayyah putra dedengkot musyrikin Umayyah bin Khalaf, pasca perang Hunain. Abu Firas meminta satu hal yang teristimewa, untuk kelak di surga.
“As’aluka muraafaqataka fil jannah”. Aku ingin membersamaimu nanti di surga wahai Rasulullah. Pinta Abu Firas.
“Ada yang lain?”, tanya Rasulullah.
“Huwa dzaaka, hanya itu wahai Rasulullah”, jawab Abu Firas.
“Kalau begitu..”, kata Rasulullah menjawab permintaan istimewa dari Abu Firas ini,”..bantulah aku dengan memperbanyak sujud.”
Subhaanallah. Permintaan istimewa dari orang-orang istimewa, kepada manusia paling istimewa, harus dicapai dengan cara yang istimewa pula.
Sujud, Rasulullah sebut secara khusus. Rasulullah tidak menyebut kata shalat, tapi mengkhususkan kata sujud. Sebegitu istimewakah sujud itu?
Sujud adalah kondisi ketika manusia sedang merendah di hadapan Rabb-nya. Terbuat dari tanah, sedang menyungkur bersama anggota badannya di atas tanah. Bersama kepala, tangan, dan kaki, dan tentu saja bersama hati. Satu irama. Saat inilah seharusnya seorang hamba benar-benar merasa rendah di hadapan Rabb-nya Yang Maha Tinggi. Merasa kerdil. Merasa hina di hadapan Dzat Yang Maha Mulia.

Allahumma a’innaa ‘ala dzikrika wsyukrika, wahusni ‘ibaadatika. [bii/ok]